1920x600-TOP-ID
ID
ID
previous arrow
next arrow

SBOTOP Geger Undian Liga 4: PSSI Siapkan Evaluasi Menyeluruh demi Sepak Bola Lebih Adil

Di tengah hiruk-pikuk sepak bola nasional yang biasanya dipenuhi oleh hingar bingar Liga 1 dan sensasi Liga 2, kali ini justru Liga 4 yang menjadi sorotan publik. Bukan karena gol indah atau rekor tak terkalahkan, melainkan karena sebuah proses undian yang memicu kontroversi di berbagai daerah. Liga 4, sebagai kompetisi akar rumput yang menjadi dasar pembinaan sepak bola Indonesia, semestinya mencerminkan semangat sportivitas dan keadilan. Namun, geger yang terjadi belakangan ini justru menjadi antitesis dari semangat tersebut.

Babak Baru Liga 4 Harapan yang Ternoda

Sebagai kompetisi paling dasar dalam struktur piramida sepak bola Indonesia, Liga 4 menjadi tempat lahirnya talenta-talenta lokal dari berbagai pelosok Nusantara. Kompetisi ini diikuti oleh klub-klub amatir, SSB, hingga tim desa yang bermimpi suatu saat bisa menapak tangga profesional. Maka, ketika PSSI resmi menggulirkan format baru Liga 4 pada 2025, banyak pihak menyambutnya dengan penuh optimisme.

Namun, harapan itu seolah ditampar oleh kenyataan pahit. Proses undian pembagian grup dan wilayah kompetisi justru menciptakan kekisruhan. Beberapa klub memprotes keras hasil undian yang dianggap tidak transparan, tidak adil, bahkan sarat kepentingan.

Kontroversi Undian Kaca Pembesar Dilempar ke PSSI

Kejadian mencuat saat proses undian yang berlangsung di salah satu kantor Asprov PSSI disiarkan secara daring. Dalam video tersebut, terlihat ada ketidaksesuaian antara jumlah bola undian dan daftar klub peserta. Beberapa saksi mata juga menyebut bahwa undian sempat dihentikan dan diulang tanpa penjelasan resmi. Hal ini sontak memunculkan spekulasi: ada apa di balik layar?

Sejumlah klub menyuarakan kekecewaannya secara terbuka. Mereka merasa diperlakukan tidak adil, ditempatkan di grup “neraka” yang berisi klub-klub unggulan, sementara grup lain terlihat timpang. Ada pula yang menyebut lokasi pertandingan tidak mempertimbangkan faktor geografis dan biaya, sehingga memberatkan klub-klub kecil yang minim anggaran.

Reaksi Klub “Kami Bukan Pelengkap Kompetisi”

Salah satu yang paling vokal adalah perwakilan dari klub asal Kalimantan Barat, yang menilai hasil undian sangat janggal. Dalam wawancara dengan media lokal, mereka menyatakan, “Kami seolah dijadikan pelengkap kompetisi, bukan peserta yang dihargai. Padahal kami punya semangat, punya pemain, dan ingin bersaing secara sehat.”

Sentimen senada juga datang dari klub asal Nusa Tenggara Timur yang harus terbang ke daerah lain untuk pertandingan fase grup. “Ini Liga 4, bukan Liga Champions. Jangan bebani kami dengan biaya yang bahkan tidak bisa ditutup oleh sponsor lokal,” ujar manajer klub tersebut.

PSSI Buka Suara Janji Evaluasi Total

Menanggapi kegaduhan yang terjadi, PSSI akhirnya angkat bicara melalui Wakil Ketua Umum, yang mengakui bahwa ada kekurangan dalam proses undian Liga 4. Ia berjanji akan segera melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk terhadap sistem dan pihak-pihak pelaksana di tingkat Asprov.

“Sepak bola adalah milik semua, termasuk klub-klub Liga 4. Kami tidak ingin ada kesan bahwa kompetisi ini hanya formalitas. Evaluasi akan kami lakukan secara menyeluruh untuk memastikan keadilan dan transparansi,” ujarnya dalam konferensi pers terbatas.

Langkah pertama yang ditempuh adalah pembentukan tim investigasi internal, yang akan mengaudit ulang proses undian di berbagai provinsi. PSSI juga mengundang masukan dari klub peserta untuk memperbaiki format dan sistem di musim mendatang.

Peran Asprov Dipertanyakan Otonomi atau Kurangnya Pengawasan

Masalah yang mencuat juga menyoroti peran Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI yang menjadi pelaksana utama Liga 4 di daerah. Banyak yang mempertanyakan mengapa PSSI pusat tidak melakukan pengawasan lebih ketat terhadap proses krusial seperti undian grup. Sebab, ketimpangan dan ketidakadilan banyak terjadi justru di tingkat ini.

“Selama ini otonomi diberikan penuh kepada Asprov, tapi tanpa sistem kontrol yang kuat, maka potensi penyalahgunaan atau kelalaian sangat besar,” ungkap seorang pengamat sepak bola nasional.

Liga 4 Antara Idealitas dan Realitas

Liga 4 sejatinya adalah ladang subur bagi pembinaan pemain muda. Namun realitasnya, kompetisi ini kerap dipandang sebelah mata, baik oleh sponsor, pemerintah daerah, bahkan oleh federasi sendiri. Tidak heran jika banyak klub kesulitan secara finansial, infrastruktur minim, dan sering kali tidak mendapatkan perhatian yang layak.

Dengan kontroversi undian ini, tampak bahwa Liga 4 belum siap menjadi kompetisi yang benar-benar profesional meskipun berada di level akar rumput. Ketidakseriusan dalam penataan kompetisi, termasuk proses administrasi yang amburadul, akan berdampak jangka panjang terhadap kepercayaan publik.

Dampak Psikologis bagi Pemain Muda

Yang paling dirugikan dari kisruh ini sejatinya adalah para pemain muda. Bagi mereka, Liga 4 adalah panggung pertama untuk menunjukkan kemampuan. Namun, jika dari awal mereka sudah dihadapkan pada sistem yang tidak adil, motivasi bisa runtuh.

“Saya sempat kecewa, karena teman-teman dari tim kami merasa diperlakukan tidak adil. Tapi pelatih terus mengingatkan kami untuk fokus bermain,” ungkap seorang gelandang muda dari klub peserta asal Sulawesi Selatan.

Seruan Transparansi Publik Ingin Perubahan Nyata

Berbagai kalangan menuntut agar proses undian, verifikasi klub, hingga jadwal pertandingan Liga 4 dilakukan secara terbuka. Tidak cukup hanya janji evaluasi, masyarakat ingin melihat langkah nyata, seperti penggunaan teknologi digital dalam proses undian, live streaming, hingga audit independen.

“Kalau Liga 1 bisa transparan, kenapa Liga 4 tidak? Jangan-jangan memang tidak ada niat serius membenahi,” ujar tokoh sepak bola akar rumput di Jawa Tengah.

Inspirasi dari Negara Lain Pembelajaran Berharga

Beberapa negara di Asia Tenggara seperti Thailand dan Vietnam sudah lebih dahulu mengelola kompetisi amatir dengan sistem terstruktur dan transparan. Federasi mereka bahkan mewajibkan live draw (undian langsung disiarkan) dan mendukung klub dengan subsidi logistik.

PSSI dapat mengambil pelajaran dari mereka: bahwa membangun sepak bola dari akar bukan hanya soal pertandingan, tetapi tentang sistem yang adil, partisipatif, dan profesional.

Momentum Refleksi Saatnya PSSI Membuktikan Komitmen

Kasus geger undian Liga 4 ini seharusnya menjadi momentum refleksi mendalam bagi PSSI. Jika federasi serius ingin membangun piramida sepak bola yang kokoh, maka pembenahan harus dimulai dari dasar. Liga 4 bukan sekadar pelengkap, melainkan fondasi utama masa depan sepak bola nasional.

Evaluasi yang dijanjikan harus dilakukan dengan pendekatan menyeluruh, bukan hanya kosmetik. Pelibatan klub, tokoh sepak bola lokal, akademisi olahraga, dan jurnalis bisa menjadi bagian dari reformasi menyeluruh.

Keadilan sebagai Kunci Kemajuan

Sepak bola Indonesia tidak akan maju jika keadilan hanya menjadi jargon. Liga 4 mungkin tidak diliput besar-besaran seperti Liga 1, tapi di sanalah mimpi-mimpi besar lahir. Anak-anak muda yang bermain di tanah becek, lapangan rusak, dengan sepatu usang, tidak meminta banyak — hanya keadilan dan kesempatan.

PSSI, kini bola ada di tangan Anda. Wujudkan evaluasi menyeluruh bukan karena tekanan publik, tapi karena cinta pada sepak bola Indonesia.

Baca Juga:

TAGS:
CLOSE