Muѕіm 2024/2025 bеlum ѕереnuhnуа bеrѕаhаbаt bаgі Arema FC, khuѕuѕnуа dalam uruѕаn kandang. Klub kеbаnggааn Arеmаnіа іnі kеmbаlі hаruѕ mеngеmаѕі реrlеngkараn mereka untuk mеnjаlаnі lаgа kаndаng jauh dаrі rumah ѕеndіrі. Untuk duа реrtаndіngаn terdekat, Singo Edan akan mеnggunаkаn Stadion Kарtеn I Wауаn Dірtа dі Gianyar, Bаlі, ѕеbаgаі mаrkаѕ sementara mеrеkа. Tepatnya saat mеnghаdарі Madura United раdа 24 April 2025 dаn Persebaya Surаbауа еmраt hаrі kеmudіаn, 28 April 2025.
Kondisi ini tentu menimbulkan dilema tersendiri. Di satu sisi, Arema ingin tampil maksimal dan memperoleh poin penuh di dua laga penting tersebut. Namun di sisi lain, mereka masih menyimpan kerinduan mendalam pada rumah sesungguhnya: Stadion Kanjuruhan, Malang.
Kanjuruhan: Rumah Arema FC yang Masih Tertutup
Keinginan untuk kembali bermain di Stadion Kanjuruhan sebenarnya telah lama dipupuk oleh manajemen dan para pemain Arema FC. Bahkan, tim sempat beberapa kali menggelar sesi latihan di stadion legendaris tersebut, yang menjadi saksi banyak momen bersejarah bagi Singo Edan.
Namun harapan itu kembali tertunda. Meski secara teknis sudah memungkinkan, Arema belum sempat melakukan simulasi pertandingan—sebuah prosedur wajib untuk memastikan kesiapan stadion secara keseluruhan sebelum digunakan untuk laga resmi. Akibatnya, mereka pun harus kembali mencari pelabuhan sementara. Dan pilihan pun jatuh pada Stadion Dipta, markas Bali United, yang musim lalu juga pernah menjadi tempat Arema “menumpang”.
Pelatih kepala Ze Gomes menyayangkan keputusan ini. Menurutnya, bermain di Kanjuruhan tidak hanya soal lokasi, tapi juga menyangkut semangat, psikologis, dan rasa memiliki yang begitu kuat dari pemain maupun suporter.
“Kami sudah beberapa kali merasakan atmosfer berlatih di sana (Kanjuruhan). Akan sangat luar biasa jika bisa bermain di depan Aremania. Dukungan mereka bisa jadi pembeda,” ujar pelatih asal Portugal itu.
Kerinduan yang Tak Pernah Padam
Sudah tiga tahun lamanya Arema FC menjalani hidup sebagai tim “musafir” di kompetisi tertinggi Indonesia. Mereka berganti-ganti kandang—dari Malang ke luar kota, dari stadion ke stadion—namun tak satu pun benar-benar terasa seperti rumah. Dan kerinduan itu semakin kuat menjelang akhir musim ini, terlebih karena atmosfer Kanjuruhan diyakini dapat memberikan dorongan ekstra bagi para pemain.
Ze Gomes mengungkapkan, dengan bermain di kandang sesungguhnya, tekanan akan berpindah ke tim tamu. Pasalnya, aura magis dari tribun Kanjuruhan yang penuh dengan suara lantang Aremania kerap kali membuat tim lawan kehilangan fokus.
Masih ada harapan di ujung musim. Manajemen Arema menyimpan asa untuk benar-benar “pulang” pada bulan Mei. Dua laga kandang tersisa, yakni menghadapi Persik Kediri (11 Mei 2025) dan Semen Padang (24 Mei 2025), diproyeksikan bisa digelar di Stadion Kanjuruhan—dengan catatan semua persyaratan administratif dan teknis terpenuhi.
Sааt ini, mаnаjеmеn Arеmа tеngаh berupaya mеlаkukаn pendekatan kepada bеrbаgаі ріhаk, tеrmаѕuk реmеrіntаh dаеrаh dаn operator lіgа, аgаr bulаn Mеі benar-benar menjadi mоmеn kеmbаlіnуа Sіngо Edаn ke pangkuan Kаnjuruhаn.
Eksperimen Arema FC yang Gagal di Blitar
Sebelum menjatuhkan pilihan ke Bali, Arema sempat mencoba memindahkan kandang mereka ke Blitar, sebuah kota yang secara geografis lebih dekat dengan Malang. Stadion Soepriadi dipilih dengan harapan bisa menghadirkan suasana yang lebih “rumah” dan mendatangkan dukungan dari Aremania. Namun realitas tak semanis harapan.
Meski jarak Malang dan Blitar hanya sekitar dua jam perjalanan darat, kehadiran suporter tetap minim. Bahkan, demi efisiensi dan menghindari kerugian operasional, beberapa laga di Blitar akhirnya digelar tanpa penonton. Pendapatan dari tiket tidak mampu menutup biaya operasional pertandingan. Ini menjadi pukulan telak, mengingat Arema harus merogoh kocek sendiri untuk memperbaiki lapangan di awal musim agar bisa digunakan.
Kini, stadion itu pun telah dipakai oleh Persik Kediri sebagai kandang sementara mereka. Hal ini menambah keraguan terhadap kelayakan lapangan dalam jangka panjang. Dengan lapangan yang makin tergerus kualitasnya, Arema tak ingin mengambil risiko.
Akhirnya, meskipun bermain di Bali jelas membutuhkan biaya operasional lebih besar, keputusan itu dianggap sebagai pilihan terbaik untuk dua laga kandang krusial.
Menanti Hari Pulang yang Sesungguhnya
Arema FC kembali menjadi tim tamu di rumah sendiri. Dan seperti pepatah lama, “tak ada tempat seindah rumah sendiri”, begitulah perasaan yang terus melekat di benak pemain, pelatih, hingga Aremania. Stadion Kanjuruhan bukan hanya tempat bertanding, tapi simbol identitas, kekuatan, dan semangat yang menyatukan.
Kini, seluruh elemen klub tengah menanti—dan bekerja—agar mereka bisa menutup musim ini dengan kembali ke rumah mereka yang lama ditinggalkan. Pulang bukan sekadar soal tempat, tapi tentang membawa kembali jiwa yang selama ini terombang-ambing di tengah ketidakpastian.
Baca Juga :