Anfield kembali menjadi panggung dari laga penuh drama saat Arsenal sukses bangkit dari ketertinggalan dua gol dan memaksakan hasil imbang 2-2 melawan Liverpool dalam pertandingan yang penuh kejutan dan emosi. Pertandingan yang mempertemukan dua kandidat juara ini menjadi tontonan yang mendebarkan, diwarnai gol cepat, kartu merah, hingga cemoohan dari fans tuan rumah.
Liverpool tampil mendominasi di awal pertandingan. Dalam rentang waktu hanya 87 detik, anak asuh Arne Slot berhasil mengguncang pertahanan Arsenal. Cody Gakpo membuka skor dari jarak dekat, memanfaatkan kekacauan di lini belakang lawan, dan hanya dalam hitungan detik, Luis Diaz menggandakan keunggulan lewat penyelesaian klinis yang membuat Anfield bergemuruh.
Namun, Arsenal menunjukkan karakter juara mereka. Meski sempat terpuruk di babak pertama, tim asuhan Mikel Arteta tampil lebih berani di paruh kedua. Gabriel Martinelli memulai kebangkitan The Gunners dengan sundulan tajam yang memperkecil ketertinggalan, sebelum Mikel Merino menuntaskan comeback dengan gol penyama kedudukan. Sayangnya bagi Arsenal, Merino harus meninggalkan lapangan setelah menerima kartu merah, memaksa timnya bermain dengan 10 pemain hingga akhir laga.
Di tengah ketegangan pertandingan, masuknya Trent Alexander-Arnold menjadi momen kontroversial tersendiri. Bek kanan andalan Liverpool itu disambut cemoohan dari sebagian pendukung di The Kop, yang masih kecewa dengan keputusannya untuk meninggalkan klub di akhir musim. Suasana ini terbukti menjadi gangguan mental tersendiri bagi Liverpool, yang kehilangan kontrol permainan di momen krusial.
Pertandingan ini menjadi refleksi ketidakpastian yang melanda Liverpool di penghujung musim, sementara Arsenal menunjukkan ketangguhan mental meski harus menghadapi tekanan berat dan kekurangan jumlah pemain. Hasil imbang ini membuat persaingan di papan atas semakin panas, dengan kedua tim masih harus bekerja keras untuk mengamankan posisi terbaik di klasemen.
Arsenal Selamat dari Tekanan Liverpool dalam Laga Penuh Ketegangan dan Kontroversi
Pertandingan panas antara Liverpool dan Arsenal di Anfield berubah menjadi panggung drama yang penuh lika-liku. Laga yang semula tampak dikuasai sepenuhnya oleh Liverpool, harus berakhir dengan hasil imbang 2-2 yang meninggalkan banyak cerita dan emosi di kedua kubu.
Arsenal yang harus bermain dengan 10 pemain setelah Mikel Merino diusir keluar lapangan, nyaris kehilangan poin penuh ketika Trent Alexander-Arnold, yang tengah menjadi sorotan, hampir mencetak gol kemenangan di menit-menit akhir. Namun ketegangan belum usai, Anfield kembali bergemuruh ketika Andy Robertson sempat menjebol gawang Arsenal di masa injury time. Sayangnya, gol tersebut dianulir karena pelanggaran yang dilakukan oleh Ibrahima Konate, menambah daftar drama dalam laga tersebut.
Hasil imbang ini membawa konsekuensi besar bagi Liverpool yang kini dipastikan tidak lagi mampu mencapai 90 poin di musim ini, sebuah angka yang sering menjadi tolok ukur performa tim-tim juara di Premier League. Sementara Arsenal tetap mengamankan posisi kedua klasemen, mendekatkan diri untuk memastikan tempat di lima besar dan menjaga ambisi mereka untuk tetap bersaing di papan atas.
Liverpool sebenarnya menunjukkan dominasi yang mengesankan di babak pertama, berkat energi agresif yang ditunjukkan Conor Bradley di sisi kanan pertahanan. Penampilannya yang solid seolah menjadi pembenaran atas keputusan Arne Slot menempatkannya di atas Alexander-Arnold, yang baru masuk di babak kedua. The Reds bahkan tampak siap mengunci kemenangan setelah unggul dua gol dan menciptakan sejumlah peluang emas.
Namun, Arsenal yang tengah dalam tekanan tidak menyerah begitu saja. Meskipun datang ke Anfield setelah tersingkir dari Liga Champions oleh PSG di tengah pekan, skuad Mikel Arteta menunjukkan mental baja untuk membalikkan keadaan. Sang manajer Arsenal pun mengakui bahwa sore di Anfield ini menjadi pengalaman pahit lainnya, terlebih dengan ejekan dari fans Liverpool yang tak melewatkan kesempatan untuk menyindir timnya yang belum mampu menyamai pencapaian Eropa rivalnya itu.
Arteta menyebut Liverpool beruntung bisa mengunci gelar lebih cepat, meski menyindir bahwa dalam dua musim terakhir, Arsenal masih unggul secara total poin dari The Reds. Sebuah komentar yang menambah bumbu dalam rivalitas kedua klub yang tampaknya semakin memanas di penghujung musim.
Arsenal Bangkit, Ejekan Fans Liverpool, dan Drama Alexander-Arnold yang Jadi Sorotan
Anfield kembali menjadi saksi drama penuh emosi ketika Arsenal berhasil mencuri satu poin dalam laga sengit melawan Liverpool. Laga yang diwarnai ejekan, kartu merah, hingga gol yang dianulir, menciptakan suasana yang penuh ketegangan dari awal hingga akhir.
Mikel Arteta harus menelan pil pahit setelah timnya tersingkir dari Liga Champions di tangan Paris Saint-Germain hanya beberapa hari sebelumnya. Situasi makin sulit ketika para pendukung Liverpool memanfaatkan momen itu untuk melontarkan nyanyian ejekan yang menggema di tribun The Kop. Chant seperti ‘Di mana Piala Eropamu’ dan ‘Tim terbaik di Eropa, kamu tertawa’ terus dilontarkan, membuat suasana di Anfield semakin panas.
Meski demikian, Arsenal menunjukkan karakter berbeda di babak kedua. Liverpool yang dominan di babak pertama, kehilangan kendali ketika Leandro Trossard berhasil memaksa Conor Bradley melakukan pelanggaran yang berujung pada peluang emas. Dari situasi tersebut, Gabriel Martinelli menyamakan skor setelah Alisson gagal menghalau tembakan Martin Odegaard yang sebelumnya membentur tiang. Mikel Merino kemudian menyambar bola rebound untuk mempertegas kebangkitan Arsenal.
Namun drama belum selesai. Merino menjadi tokoh lain dalam cerita ketika dirinya diusir keluar lapangan akibat kartu merah yang membuat Arsenal harus bertahan dengan 10 pemain. Liverpool sempat kembali mencetak gol melalui Andy Robertson di menit-menit akhir, namun gol tersebut dianulir karena pelanggaran Ibrahima Konate, memupuskan harapan kemenangan The Reds.
Meski pertandingan berakhir imbang dan bisa dibilang tak berdampak signifikan pada klasemen, satu nama tetap menjadi pusat perhatian: Trent Alexander-Arnold. Masuknya bek kanan itu disambut dengan cemoohan keras dari fans tuan rumah yang kecewa dengan keputusannya untuk meninggalkan klub di akhir musim. Reaksi tersebut menjadi cerita tersendiri dari laga ini, seperti yang diungkapkan oleh Jamie Carragher kepada SBOTOP, yang menegaskan bahwa drama soal Alexander-Arnold-lah yang akan terus dibicarakan pasca pertandingan.
Sebuah Gambaran Retaknya Hubungan yang Terbuka Lebar
Pertandingan penuh drama di Anfield bukan hanya menyisakan cerita tentang gol-gol yang tercipta atau kartu merah yang kontroversial, melainkan juga membuka luka yang lebih dalam di antara suporter Liverpool dan salah satu pemain bintangnya, Trent Alexander-Arnold. Masuknya sang bek kanan ke lapangan, alih-alih memicu semangat, justru diiringi dengan gelombang cemoohan dari tribun The Kop yang biasanya menjadi benteng setia bagi para pemain The Reds.
Fenomena ini menjadi bahan pembicaraan besar usai laga, bahkan diprediksi akan mendominasi halaman belakang media olahraga keesokan harinya. Jamie Carragher, yang menyaksikan langsung situasi tersebut, mengaku terkejut dengan intensitas reaksi yang datang dari suporter Liverpool sendiri. Di tengah lautan 60.000 penonton yang memadati Anfield, suara ketidakpuasan begitu lantang terdengar, menegaskan betapa retaknya hubungan antara Alexander-Arnold dan sebagian fans.
Carragher mencoba memahami perasaan para pendukung yang kecewa dengan situasi yang tengah terjadi di klub, termasuk keputusan Alexander-Arnold yang kabarnya akan hengkang di musim panas. Namun, ia menegaskan bahwa, terlepas dari segala kekecewaan, seorang pemain yang mengenakan kostum merah dan pernah memberikan trofi serta kemenangan besar untuk klub, tidak pantas mendapatkan cemoohan saat masih berjuang di atas lapangan.
Bagi Carragher, kondisi ini mencerminkan sisi emosional yang sering sulit dimengerti oleh mereka yang berada di luar Liverpool. Loyalitas di Anfield memang unik, penuh gairah, namun juga terkadang berubah menjadi tekanan yang menyakitkan bagi para pemainnya sendiri. Ia pun menegaskan, meskipun memahami rasa frustrasi para suporter, mencemooh pemain yang masih berjuang demi klub bukanlah sesuatu yang ia setujui.
Kisah Alexander-Arnold malam itu menambah catatan lain dalam sejarah Anfield tentang bagaimana hubungan antara pemain dan fans bisa berubah menjadi kisah yang rumit, penuh emosi, dan meninggalkan pertanyaan besar tentang loyalitas, rasa hormat, dan masa depan.
Baca Juga :