Perubahan jadwal pertandingan sepak bola bukanlah hal yang asing, terutama dalam kompetisi internasional yang penuh dinamika dan kepentingan berbagai pihak. Namun, ketika sebuah keputusan mendadak dari otoritas tertinggi sepak bola Eropa membuat pelatih tim finalis merasa diperlakukan tidak adil, maka kisah tersebut menjadi sorotan publik. Begitulah yang terjadi pada Enzo Maresca, pelatih klub asal Inggris yang berhasil membawa timnya ke final UEFA Europa Conference League 2025. Keputusan UEFA untuk mengubah jadwal final secara sepihak telah memicu amarah Maresca, yang menganggap hal ini sebagai bentuk ketidakadilan dalam manajemen turnamen bergengsi tersebut.
Kejutan Tak Menyenangkan dari UEFA
Pada pertengahan Mei 2025, UEFA secara mengejutkan mengumumkan bahwa jadwal final UEFA Europa Conference League akan dimajukan dua hari lebih awal dari yang telah direncanakan. Jika sebelumnya laga puncak ini dijadwalkan pada 28 Mei 2025, kini pertandingan tersebut akan digelar pada 26 Mei tanpa adanya diskusi terlebih dahulu dengan klub finalis.
Langkah UEFA ini sontak menuai banyak pertanyaan, termasuk dari media, fans, dan tentu saja para pelaku sepak bola yang terlibat langsung. Namun reaksi paling keras datang dari kubu klub asal Inggris yang dilatih oleh Enzo Maresca. Dalam konferensi pers sehari setelah pengumuman resmi UEFA, Maresca tak bisa menyembunyikan kekesalannya.
“Kami bukan boneka. Kami bekerja keras sepanjang musim untuk mencapai final ini, dan sekarang kami harus menyesuaikan segalanya karena keputusan sepihak. Ini tidak profesional,” ujar Maresca dengan nada tinggi.
Kronologi Menuju Final
Klub asuhan Maresca tampil luar biasa di UEFA Europa Conference League musim ini. Mereka melangkah mantap sejak babak grup, menyingkirkan lawan-lawan tangguh seperti AZ Alkmaar, Fiorentina, dan Anderlecht. Di semifinal, mereka berhasil mengalahkan klub kuat dari Bundesliga, Eintracht Frankfurt, dengan agregat 4-3.
Keberhasilan ini dianggap sebagai pencapaian besar, mengingat sang klub belum pernah mengangkat trofi di level Eropa. Atmosfer positif pun melingkupi skuad dan para suporter, yang sudah mulai mempersiapkan perjalanan mereka ke Athena, tempat final akan digelar.
Namun, segala persiapan tersebut menjadi kacau setelah UEFA mengumumkan perubahan jadwal tanpa memberikan penjelasan rinci selain “alasan logistik dan keamanan”.
Dampak Langsung terhadap Tim Maresca
Maresca menjelaskan bahwa perubahan jadwal ini memberikan dampak signifikan bagi timnya. Pertama, persiapan fisik pemain terganggu. Klubnya masih harus memainkan pertandingan terakhir di Premier League pada 23 Mei 2025, hanya tiga hari sebelum laga final yang baru dijadwalkan.
“Kami sudah merancang program pemulihan, sesi taktik, hingga perjalanan ke Yunani dengan asumsi final berlangsung pada tanggal 28 Mei. Sekarang semua berantakan. Waktu pemulihan menjadi sangat sempit,” kata Maresca.
Kedua, logistik tim dan pendukung pun ikut kacau. Banyak tiket pesawat dan hotel yang sudah dipesan sesuai jadwal lama, yang kini harus diubah mendadak. Beberapa fans bahkan terancam kehilangan tiket mereka karena tidak bisa menyesuaikan waktu libur atau keberangkatan.
Reaksi dari Pemain dan Klub
Bukan hanya Maresca yang marah. Kapten tim, Jordan Thompson, juga menyampaikan kekecewaannya melalui media sosial. Dalam cuitannya, ia menulis:
“Kami telah berkorban sepanjang musim untuk mencapai titik ini. Final seharusnya menjadi momen yang dirayakan, bukan dibayangi oleh keputusan yang sembrono.”
Pihak klub pun mengeluarkan pernyataan resmi yang menyayangkan keputusan UEFA. Mereka menegaskan bahwa keputusan sepihak tanpa konsultasi dengan klub sangat tidak menghormati proses profesional yang telah dijalani oleh tim sepanjang musim.
“Kami mendesak UEFA untuk mempertimbangkan kembali keputusan ini atau setidaknya memberi kompensasi bagi semua pihak yang terdampak,” tulis manajemen klub dalam pernyataan tersebut.
UEFA Bungkam Publik Bertanya
Menariknya, UEFA belum memberikan klarifikasi panjang lebar tentang alasan di balik perubahan jadwal ini. Pernyataan resmi mereka hanya menyebutkan bahwa penjadwalan ulang dilakukan “demi kepentingan umum dan alasan keamanan.”
Namun, beberapa spekulasi muncul. Beberapa media menyebutkan bahwa perubahan ini dilakukan karena UEFA ingin menghindari bentrokan dengan final Liga Champions Wanita yang dijadwalkan berdekatan. Ada juga dugaan bahwa adanya ancaman demonstrasi politik di Athena pada tanggal semula menjadi alasan penggeseran jadwal.
Apa pun alasan sesungguhnya, ketertutupan UEFA justru menambah panas isu ini. Tagar #RespectTheFinalists bahkan sempat menjadi trending di media sosial Eropa, menunjukkan solidaritas fans terhadap tim Maresca.
Analisis Etika dalam Manajemen Sepak Bola
Kasus ini membuka kembali diskusi penting mengenai etika dan transparansi dalam pengambilan keputusan di dunia sepak bola. Apakah badan sekelas UEFA berhak melakukan perubahan besar tanpa diskusi terlebih dahulu dengan pihak yang terdampak langsung?
Sejumlah pengamat menyebutkan bahwa dalam turnamen internasional, memang terdapat klausul fleksibilitas dalam jadwal. Namun, klausul tersebut biasanya digunakan dalam situasi darurat atau force majeure — bukan untuk alasan logistik biasa.
“Ada garis tipis antara fleksibilitas dan penyalahgunaan wewenang. Ketika keputusan strategis tidak melibatkan pihak yang terkena dampaknya, maka kepercayaan terhadap institusi bisa menurun drastis,” ujar Johan Kraus, pakar hukum olahraga dari Universitas Leiden.
Solidaritas dari Klub Lain
Beberapa klub besar Eropa turut menyampaikan empatinya terhadap situasi yang dialami Maresca dan timnya. AS Roma, finalis Liga Conference dua musim lalu, merilis pernyataan di laman resmi mereka:
“Kami memahami pentingnya persiapan maksimal menuju laga final Eropa. Kami berdiri bersama klub finalis tahun ini dalam menuntut perlakuan yang adil dari UEFA.”
Pelatih Bayern Leverkusen, Xabi Alonso, juga menyebut bahwa kejadian ini seharusnya menjadi evaluasi bagi UEFA agar lebih profesional dan adil ke depannya.
Solusi dan Jalan Tengah
Meski amarah Maresca cukup beralasan, kini fokus tim tetap harus diarahkan kepada final itu sendiri. Beberapa solusi alternatif sempat dipertimbangkan, seperti meminta tambahan waktu recovery dari FA (Football Association) agar pertandingan terakhir Liga domestik dimajukan.
Namun, hal tersebut tampaknya sulit diwujudkan dalam waktu sesingkat ini.
“Kami akan tetap bertanding. Tapi biarkan semua tahu bahwa kami bertarung dengan kondisi yang tidak adil,” ujar Maresca.
UEFA sendiri belum menunjukkan tanda-tanda akan mengubah kembali jadwal, meskipun desakan dari berbagai pihak terus mengalir.
Pelajaran Berharga untuk Sepak Bola Modern
Kisah kemarahan Enzo Maresca ini bukan hanya tentang jadwal yang diubah. Ini adalah simbol dari ketidakseimbangan kekuasaan dalam sepak bola modern. Ketika institusi besar seperti UEFA merasa bisa mengambil keputusan sepihak tanpa konsultasi, maka hak dan martabat klub-klub peserta menjadi taruhannya.
Di sisi lain, ini juga menjadi momen bagi komunitas sepak bola — mulai dari fans, pemain, pelatih, hingga pengamat — untuk bersatu menuntut sistem yang lebih adil dan transparan. Sepak bola seharusnya menjadi panggung sportivitas dan keadilan, bukan ajang dominasi institusi.
Baca Juga: