Kegagalan Timnas Indonesia melangkah ke Piala Dunia 2026 meninggalkan rasa kecewa yang mendalam bagi seluruh pecinta sepak bola Tanah Air. Harapan yang sempat membumbung tinggi harus pupus di tengah jalan setelah perjuangan panjang di babak kualifikasi. Namun, di balik rasa sakit dan kekecewaan itu, muncul suara bijak dari salah satu pemain naturalisasi yang baru saja merasakan atmosfer sepak bola internasional bersama Garuda — Calvin Verdonk.
Bek kiri yang bermain di Liga Belanda ini akhirnya buka suara mengenai kegagalan Indonesia menembus Piala Dunia. Dalam pernyataannya, Calvin menegaskan bahwa hasil ini bukan akhir dari segalanya, melainkan sebuah pelajaran berharga yang bisa menjadi pijakan untuk masa depan yang lebih baik. Dengan nada tenang namun penuh semangat, ia mengajak seluruh pemain, pelatih, dan pendukung untuk menjadikan kegagalan ini sebagai motivasi untuk bangkit.
Babak Pahit yang Tak Boleh Terulang
Indonesia datang ke kualifikasi Piala Dunia 2026 dengan optimisme tinggi. Dukungan publik begitu besar, apalagi setelah beberapa hasil positif yang diraih dalam beberapa laga awal. Tim asuhan Shin Tae-yong menunjukkan permainan yang semakin matang, dengan kombinasi pemain lokal dan naturalisasi seperti Verdonk, Jay Idzes, Sandy Walsh, hingga Rafael Struick. Namun, nasib berkata lain.
Meski tampil dengan semangat tinggi, langkah Indonesia terhenti sebelum mencapai tahap akhir. Kesalahan kecil, inkonsistensi, dan kurangnya pengalaman di level kompetisi tertinggi menjadi faktor utama kegagalan tersebut. “Kami sudah memberikan yang terbaik, tapi memang belum cukup. Rasanya berat, tapi kita harus menerima kenyataan ini dengan kepala tegak,” ungkap Calvin dalam wawancara eksklusif bersama media Belanda yang juga dikutip oleh sejumlah portal berita Indonesia.
Calvin menyebut bahwa kekalahan dan kegagalan adalah bagian dari proses sebuah tim yang sedang bertumbuh. “Setiap tim besar di dunia ini pernah gagal. Yang membedakan adalah bagaimana mereka bangkit setelah kegagalan itu. Indonesia punya potensi luar biasa, dan saya yakin waktu kita akan datang,” tambahnya dengan nada optimistis.
Adaptasi dan Pembelajaran untuk Masa Depan
Sebagai pemain yang baru bergabung dengan Timnas Indonesia, Calvin Verdonk menghadapi tantangan besar dalam hal adaptasi. Ia harus menyesuaikan diri dengan gaya permainan Asia Tenggara yang berbeda dari sepak bola Eropa. “Permainan di Asia jauh lebih cepat dan penuh semangat. Di Eropa, kami lebih fokus pada taktik dan kontrol tempo. Saya perlu waktu untuk menyesuaikan diri, tapi saya menikmati prosesnya,” ujar Calvin.
Bagi Calvin, bergabung dengan Timnas Indonesia bukan hanya soal membela negara leluhurnya, tetapi juga tentang menemukan makna baru dalam karier sepak bolanya. “Saya merasa terhormat bisa bermain untuk Indonesia. Saya melihat gairah luar biasa dari para pemain dan suporter. Mereka hidup dan bernapas sepak bola. Itu membuat saya semakin termotivasi,” jelasnya.
Ia mengakui bahwa kegagalan menuju Piala Dunia merupakan pukulan berat, tetapi pengalaman tersebut memberikan pelajaran yang tak ternilai. “Kita belajar banyak dari kompetisi ini — tentang bagaimana menghadapi tekanan, tentang komunikasi di lapangan, dan tentang pentingnya kekompakan tim. Semua itu akan menjadi modal besar untuk langkah kita berikutnya,” katanya.
Menurut Verdonk, hal paling penting sekarang adalah bagaimana tim ini merespons kegagalan tersebut. “Kita tidak boleh larut dalam kekecewaan. Justru inilah saatnya memperbaiki diri, memperkuat fondasi, dan menatap masa depan dengan semangat baru,” ujarnya dengan tegas.
Mentalitas Juang yang Tak Boleh Pudar
Dalam sepak bola modern, mentalitas menjadi faktor penentu. Calvin Verdonk menilai bahwa Indonesia memiliki pemain-pemain dengan semangat juang tinggi, tetapi masih perlu meningkatkan mentalitas kompetitif di level internasional. “Kita punya semangat yang luar biasa, tapi kadang di momen penting, kita kehilangan fokus. Di level internasional, kesalahan kecil bisa sangat fatal,” tuturnya.
Ia mencontohkan bagaimana tim-tim besar seperti Jepang dan Korea Selatan berhasil membangun fondasi yang kuat berkat konsistensi dan disiplin tinggi selama bertahun-tahun. “Mereka juga pernah mengalami masa sulit. Tapi mereka tidak menyerah. Mereka terus memperbaiki sistem, dari pembinaan usia muda hingga kompetisi profesional. Indonesia juga bisa seperti itu,” kata Verdonk penuh keyakinan.
Calvin menekankan pentingnya komitmen jangka panjang dari semua pihak — mulai dari federasi, pelatih, hingga pemain. “Kalau kita ingin berbicara di level dunia, kita harus berpikir besar dan bekerja keras setiap hari. Tidak bisa instan. Semua butuh proses,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya membangun budaya disiplin dan tanggung jawab dalam tim. “Hal-hal kecil seperti menjaga pola makan, tidur cukup, dan datang tepat waktu ke latihan itu sangat penting. Di Eropa, itu sudah menjadi kebiasaan. Kalau di Indonesia, budaya profesional seperti itu harus terus ditanamkan,” tambahnya.
Kekuatan Suporter Energi yang Tak Tergantikan
Calvin Verdonk mengaku terkejut dengan antusiasme luar biasa suporter Indonesia. Sejak debutnya bersama Garuda, ia merasakan langsung betapa besar cinta masyarakat terhadap sepak bola. “Saya belum pernah merasakan atmosfer seperti ini sebelumnya. Dukungan dari suporter Indonesia benar-benar luar biasa. Mereka bernyanyi sepanjang pertandingan, bahkan ketika tim sedang tertinggal,” katanya dengan kagum.
Menurutnya, dukungan publik seperti itu harus menjadi bahan bakar bagi para pemain untuk terus berkembang. “Ketika kamu tahu jutaan orang mendukungmu, kamu tidak akan pernah mau menyerah. Tapi kita juga harus tahu, dukungan itu datang bersama harapan besar. Jadi kita harus bertanggung jawab untuk terus memberikan yang terbaik,” ujar Calvin.
Ia juga menyampaikan pesan untuk para pendukung agar tetap sabar dan percaya dengan proses yang sedang dijalani Timnas. “Kami merasakan cinta kalian, dan kami tahu kalian kecewa. Tapi percayalah, kami juga merasakannya. Kami akan berusaha keras agar di masa depan kalian bisa tersenyum bangga melihat Garuda terbang tinggi,” kata Verdonk dengan nada haru.
Membangun Fondasi yang Kokoh
Salah satu poin penting yang disampaikan Calvin Verdonk adalah perlunya Indonesia memperkuat sistem sepak bola dari akar rumput. “Kalau kita ingin mencapai level tinggi, kita harus mulai dari bawah — dari akademi, pelatih muda, hingga kompetisi usia dini. Semua harus berjalan selaras,” ucapnya.
Menurutnya, potensi pemain muda Indonesia sangat besar, tetapi mereka perlu mendapatkan pendidikan sepak bola yang baik sejak dini. “Saya melihat banyak pemain muda dengan bakat luar biasa. Tapi mereka butuh pelatih yang bisa mengarahkan, lingkungan yang mendukung, dan sistem yang membuat mereka berkembang dengan benar,” jelasnya.
Calvin juga mengingatkan pentingnya kesinambungan dalam pembinaan. “Jangan hanya semangat sesaat setelah ada hasil bagus. Pembangunan sepak bola itu seperti menanam pohon — butuh waktu, kesabaran, dan perawatan terus-menerus,” katanya.
Ia percaya, jika Indonesia mampu menjaga komitmen jangka panjang, hasilnya akan terlihat dalam beberapa tahun ke depan. “Kita mungkin gagal ke Piala Dunia kali ini, tapi jika fondasi kuat, saya yakin di masa depan Indonesia bisa melangkah lebih jauh. Siapa tahu, 2030 atau 2034 bisa jadi momen kita,” ucap Verdonk optimistis.
Baca Juga: