Menjelang persiapan awal SEA Games 2025, nama Mauro Zijlstra kembali mencuat ke permukaan. Pemain muda berdarah Indonesia-Belanda itu dikabarkan menjadi salah satu kandidat potensial untuk memperkuat Timnas Indonesia U-23 di ajang dua tahunan paling bergengsi di Asia Tenggara tersebut.
Spekulasi muncul setelah penampilan impresif Mauro bersama klub Belanda yang ia bela musim ini. Dengan kemampuan teknis mumpuni dan darah keturunan Indonesia dari sang ibu, banyak penggemar sepak bola Tanah Air mulai mendesak agar pelatih Indra Sjafri segera memanggilnya untuk bergabung dalam skuad Garuda Muda.
Namun, ketika rumor itu ditanyakan langsung kepada Indra Sjafri, sang pelatih memberikan jawaban tegas dan realistis. Menurutnya, pemanggilan pemain keturunan tidak bisa hanya berdasarkan opini publik, tetapi harus melewati proses panjang yang menyangkut legalitas, adaptasi, dan kebutuhan tim secara taktis.
“Banyak nama yang muncul dan semuanya tentu kita pantau. Tapi kita tidak bisa langsung memasukkan pemain hanya karena viral atau punya darah Indonesia. Ada proses, ada tahap penilaian,” ujar Indra dalam wawancara eksklusif dengan sejumlah media olahraga nasional.
Siapa Sebenarnya Mauro Zijlstra
Mauro Zijlstra adalah pemain muda kelahiran Belanda yang memiliki darah Indonesia dari garis keturunan ibunya. Meski belum banyak dikenal publik Indonesia secara luas, Mauro telah meniti karier sepak bola di Eropa sejak usia muda. Ia dikenal sebagai pemain serba bisa yang mampu bermain sebagai winger kanan maupun gelandang serang.
Dalam beberapa pertandingan terakhir bersama klubnya, Mauro menunjukkan performa konsisten. Kecepatan, visi bermain, dan kemampuan mencetak gol menjadi nilai plus yang membuatnya mendapat perhatian dari beberapa pemandu bakat Asia.
Publik Indonesia mulai mengenalnya setelah akun media sosial fanbase Garuda Abroad menyoroti kiprahnya di liga Belanda. Banyak netizen menganggap Mauro bisa menjadi tambahan kekuatan penting bagi Timnas U-23, terutama untuk menambah variasi serangan.
Namun demikian, hingga kini status kewarganegaraan Mauro belum resmi menjadi WNI, sehingga ia belum bisa dipanggil untuk memperkuat Timnas Indonesia di ajang resmi seperti SEA Games atau Kualifikasi Piala Asia.
Indra Sjafri “Saya Tidak Asal Panggil Pemain”
Menanggapi kabar pemanggilan Mauro Zijlstra, pelatih Indra Sjafri menjelaskan bahwa dirinya tidak akan gegabah dalam menentukan pemain untuk SEA Games mendatang. Ia menegaskan bahwa proses seleksi pemain selalu berdasarkan observasi mendalam, bukan sekadar popularitas di media sosial.
“Saya tahu banyak pemain keturunan yang ingin main untuk Indonesia, dan itu bagus. Tapi semua harus melewati proses yang benar. Saya tidak asal panggil pemain hanya karena dia punya darah Indonesia,” ujar Indra.
Pelatih asal Sumatera Barat itu juga menekankan bahwa membentuk tim nasional bukan soal eksperimen, melainkan soal membangun kekompakan dan karakter permainan. “Kalau setiap turnamen kita ganti pemain hanya karena hype, maka tim ini tidak akan punya identitas,” tambahnya.
Menurut Indra, ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan sebelum seorang pemain keturunan bisa benar-benar memperkuat tim nasional. Mulai dari legalitas kewarganegaraan, kesiapan mental, hingga kemampuan beradaptasi dengan gaya permainan Asia Tenggara yang sangat berbeda dengan Eropa.
Proses Naturalisasi dan Pemantauan PSSI
Pernyataan Indra sejalan dengan kebijakan PSSI yang kini lebih selektif dalam mengatur proses naturalisasi pemain keturunan. Setelah beberapa kasus pemain yang sulit beradaptasi karena faktor non-teknis, federasi kini mewajibkan setiap pelatih untuk melakukan evaluasi menyeluruh sebelum memberikan rekomendasi pemanggilan.
Menurut laporan internal, PSSI melalui Tim Talent Scouting saat ini memang sudah memasukkan nama Mauro Zijlstra dalam daftar pengamatan. Namun, proses penilaian masih berada di tahap awal dan belum ada keputusan final apakah sang pemain akan diproses menjadi WNI atau tidak.
“PSSI tidak menutup pintu untuk pemain keturunan mana pun. Tapi setiap nama harus melalui verifikasi identitas dan evaluasi teknis. Kita tidak mau terburu-buru,” ujar salah satu anggota Komite Teknik PSSI.
Federasi juga berkomunikasi intensif dengan pelatih kepala untuk memastikan bahwa pemain yang akan diproses naturalisasi memang sesuai kebutuhan tim, bukan karena tekanan publik.
Membandingkan dengan Kasus Pemain Keturunan Lain
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia memang cukup aktif mendatangkan pemain keturunan untuk memperkuat tim nasional. Nama-nama seperti Jordi Amat, Sandy Walsh, Shayne Pattynama, dan Rafael Struick menjadi contoh sukses program naturalisasi.
Namun, tidak semua berjalan mulus. Beberapa pemain muda keturunan yang pernah dikaitkan dengan Timnas, seperti Jim Croque atau Liam Bossin, akhirnya batal bergabung karena faktor teknis dan administratif.
Hal inilah yang membuat Indra Sjafri lebih berhati-hati. “Saya sudah belajar dari pengalaman sebelumnya. Kita tidak mau terlalu cepat memberi ekspektasi pada pemain yang belum siap. Saya ingin pastikan siapa pun yang masuk tim, benar-benar bisa memberikan kontribusi nyata,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa pemain lokal yang sudah berjuang di kompetisi domestik tidak boleh tersisih hanya karena munculnya nama baru dari luar negeri. “Kita harus menghargai pemain yang tumbuh di sistem kita sendiri. Kalau mereka punya kualitas, tentu mereka tetap jadi prioritas,” kata Indra.
SEA Games 2025 Tantangan Baru Target Tinggi
SEA Games 2025 yang akan digelar di Thailand menjadi ajang penting bagi Timnas Indonesia U-23. Setelah sukses meraih medali emas di edisi 2023 di Kamboja, publik kini menaruh harapan besar agar Garuda Muda bisa mempertahankan prestasi tersebut.
Namun, situasinya berbeda. Sejumlah pemain kunci dari generasi 2023 seperti Rizky Ridho, Marselino Ferdinan, dan Witan Sulaeman kemungkinan besar sudah naik ke level senior penuh dan tidak bisa lagi tampil di ajang U-23.
Kondisi inilah yang membuat Indra Sjafri harus bekerja ekstra keras membentuk fondasi baru. Ia mulai melakukan pemantauan ke klub-klub Liga 1 untuk menemukan talenta muda potensial.
“Kita ingin membangun tim yang kompetitif, bukan hanya karena individu hebat. Untuk itu, semua pemain muda di Indonesia punya kesempatan yang sama, termasuk mereka yang berkarier di luar negeri,” ujarnya.
Namun, Indra juga mengingatkan bahwa proses pembentukan tim tidak bisa disesuaikan dengan tekanan dari publik yang ingin melihat wajah-wajah baru. “Saya paham masyarakat ingin yang terbaik, tapi kita tidak bisa asal cepat. Semua butuh keseimbangan antara pengalaman, talenta, dan chemistry tim,” tambahnya.
Reaksi Suporter Antusias dan Penasaran
Kabar soal kemungkinan bergabungnya Mauro Zijlstra dengan Timnas U-23 langsung viral di media sosial. Banyak pendukung Garuda Muda yang menyambut positif wacana tersebut, terutama setelah melihat cuplikan permainan Mauro di platform daring.
“Kalau lihat gaya mainnya, dia cocok banget buat Indonesia. Cepat, punya visi, dan jago gocek,” tulis salah satu komentar netizen di Instagram.
Namun, sebagian fans juga mengingatkan agar PSSI tidak terlalu mudah terpikat oleh sorotan media. “Kita sudah sering lihat pemain viral tapi tidak semua bisa nyetel di Timnas. Lebih baik fokus sama pemain yang sudah terbukti di Liga 1,” tulis pengguna lainnya.
Antusiasme publik ini menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia kini semakin aktif mengikuti perkembangan pemain diaspora. Mereka bukan hanya sekadar penonton, tapi juga menjadi bagian penting dari proses seleksi moral dan ekspektasi publik terhadap tim nasional.
Tantangan Adaptasi Pemain Diaspora
Salah satu isu terbesar dalam perekrutan pemain keturunan seperti Mauro Zijlstra adalah adaptasi terhadap iklim dan kultur sepak bola Asia Tenggara. Banyak pemain yang tumbuh di Eropa harus menyesuaikan diri dengan kondisi cuaca tropis, intensitas latihan berbeda, serta gaya bermain yang lebih cepat dan keras.
“Kalau di Eropa, tempo permainan lebih taktis dan terukur. Di Asia Tenggara, tempo bisa berubah cepat, banyak duel fisik, dan tekanan dari suporter jauh lebih besar,” jelas seorang analis sepak bola yang pernah bekerja dengan pemain keturunan.
Selain itu, faktor komunikasi juga menjadi tantangan. Meski sebagian pemain diaspora memahami bahasa Indonesia secara pasif, tidak semua bisa beradaptasi cepat dengan bahasa di lapangan yang sering kali menggunakan istilah khas dan logat daerah.
Inilah sebabnya Indra Sjafri selalu menekankan bahwa adaptasi mental dan sosial sama pentingnya dengan kemampuan teknis. “Saya tidak mau pemain datang hanya untuk foto dengan jersey timnas. Mereka harus bisa jadi bagian dari keluarga besar Garuda,” ujarnya dengan tegas.
Baca Juga: