Setelah berakhirnya masa kepelatihan Shin Tae-yong bersama Timnas Indonesia, perbincangan tentang siapa sosok yang pantas menjadi penggantinya menjadi topik hangat di kalangan pecinta sepak bola nasional. Banyak nama mulai disebut-sebut, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun di tengah spekulasi itu, dua legenda sepak bola Indonesia, Atep Rizal dan Ismed Sofyan, kompak menyuarakan pandangan yang sama:
Timnas Indonesia membutuhkan pelatih baru dengan karakter kuat, disiplin tinggi, dan visi yang jelas untuk masa depan.
Latar Belakang Akhir Era Shin Tae-yong dan Awal Babak Baru Timnas
Era Shin Tae-yong selama lebih dari empat tahun membawa banyak perubahan dalam tubuh Timnas Indonesia. Di bawah asuhannya, Garuda menunjukkan perkembangan signifikan — baik dari segi mental, kebugaran, maupun disiplin taktik. Namun, seperti roda kehidupan, semua perjalanan punya titik akhir.
Dengan kontrak yang berakhir dan hasil yang belum sepenuhnya memuaskan di babak kualifikasi Piala Dunia 2026, PSSI kini dihadapkan pada tugas berat untuk mencari pengganti yang ideal. Nama-nama seperti Luis Milla, Thomas Doll, hingga pelatih Asia Timur lainnya mulai muncul ke permukaan.
Namun menurut Atep dan Ismed, persoalan utama bukan hanya “siapa yang melatih”, melainkan bagaimana karakter pelatih itu bisa memimpin dan membentuk mental pemain Indonesia agar lebih konsisten dan berkarakter.
“Pelatih boleh siapa saja, tapi yang paling penting dia harus punya karakter kuat, tidak mudah diintervensi, dan punya visi jangka panjang,” tegas Atep saat diwawancarai di Bandung.
Atep “Kita Butuh Pelatih yang Disiplin dan Tegas Bukan yang Cari Aman”
Sebagai mantan kapten Persib Bandung dan salah satu pemain yang dikenal memiliki kedisiplinan tinggi, Atep menilai bahwa sosok pelatih Timnas Indonesia berikutnya harus mampu menjadi figur otoritatif.
Ia menyoroti bahwa salah satu masalah klasik sepak bola Indonesia adalah inkonsistensi dan lemahnya karakter pemain saat menghadapi tekanan. Menurutnya, hal itu hanya bisa diatasi dengan kehadiran pelatih yang mampu menegakkan disiplin tanpa kompromi.
“Kita tidak butuh pelatih yang lembek. Pemain Indonesia butuh sosok yang bisa mengatur ritme latihan, menjaga profesionalitas, dan tidak ragu memberi hukuman kalau ada yang melanggar aturan,” ujar Atep.
Atep juga menambahkan bahwa karakter pelatih seperti Shin Tae-yong sebenarnya sudah tepat, namun ke depan dibutuhkan figur yang bisa melanjutkan pondasi tersebut dengan lebih berorientasi pada hasil dan pembinaan berkelanjutan.
“Shin sudah menanamkan dasar disiplin yang bagus. Sekarang tinggal mencari pelatih yang bisa melanjutkan itu sambil membawa Timnas ke level kompetisi yang lebih tinggi,” lanjutnya.
Bagi Atep, pelatih baru sebaiknya tidak hanya pandai meracik strategi, tapi juga mampu membangun hubungan yang sehat dengan pemain tanpa kehilangan wibawa. Ia mencontohkan pelatih-pelatih seperti Park Hang-seo di Vietnam dan Graham Arnold di Australia sebagai sosok ideal yang punya keseimbangan antara pendekatan keras dan empati.
Ismed Sofyan “Pelatih Harus Punya Karakter Kuat Jangan Mudah Terpengaruh”
Senada dengan Atep, legenda Persija Jakarta Ismed Sofyan menekankan pentingnya karakter pelatih yang tidak mudah goyah oleh tekanan eksternal. Menurutnya, pelatih Timnas Indonesia berikutnya harus memiliki otoritas penuh dalam mengambil keputusan teknis, tanpa campur tangan pihak luar.
“Pelatih Timnas harus berani. Dia harus punya prinsip dan tidak bisa digoyang oleh politik sepak bola atau tekanan dari klub,” ujar Ismed dengan nada tegas.
Sebagai pemain yang berkarier selama dua dekade di level tertinggi, Ismed paham betul bagaimana dinamika antara pemain, pelatih, dan federasi bisa mempengaruhi performa tim. Ia mengingatkan bahwa Indonesia sering kali kehilangan arah karena pelatih yang terlalu kompromistis terhadap tekanan publik.
“Kita butuh pelatih yang bisa bilang ‘tidak’ kalau memang itu keputusan terbaik untuk tim. Karakter seperti itu yang akan membuat pemain lebih hormat,” lanjut Ismed.
Selain itu, Ismed juga menyoroti pentingnya kontinuitas program pembinaan dari kelompok usia muda hingga senior. Ia berharap pelatih baru Timnas mampu menjalin sinergi dengan pelatih kelompok umur agar visi sepak bola nasional lebih terarah dan berkesinambungan.
Tantangan Besar Tekanan Publik dan Ekspektasi Tinggi
Menjadi pelatih Timnas Indonesia bukanlah pekerjaan mudah. Selain harus menghadapi tekanan dari publik yang sangat besar, pelatih juga harus mampu mengelola ekspektasi tinggi dari PSSI dan media.
Dalam beberapa tahun terakhir, fanatisme pendukung sepak bola Indonesia memang meningkat drastis. Setiap pertandingan Timnas, baik uji coba maupun kompetitif, selalu menjadi sorotan nasional. Dalam situasi seperti ini, pelatih yang bermental baja menjadi kebutuhan mutlak.
“Di Indonesia, pelatih Timnas harus siap dikritik setiap hari. Kalau dia tidak punya mental kuat, dia akan habis sebelum berhasil,” ujar Atep sambil tertawa kecil.
Kondisi ini pula yang membuat Ismed menilai bahwa pelatih asing yang datang ke Indonesia harus memahami kultur sepak bola lokal. Bukan hanya soal teknik, tapi juga tentang bagaimana mengelola tekanan dan ekspektasi masyarakat yang luar biasa besar.
“Pelatih luar negeri bagus, tapi dia harus tahu bagaimana karakter pemain Indonesia. Kadang pemain kita tidak bisa diperlakukan terlalu keras, tapi juga tidak bisa dibiarkan terlalu bebas,” jelas Ismed.
Kandidat Potensial Dari Asia Hingga Eropa Timur
Meski belum ada pengumuman resmi dari PSSI, sejumlah nama mulai mencuat di berbagai media. Di antaranya Luis Milla (Spanyol), Thomas Doll (Jerman), Kim Pan-gon (Korsel), hingga Igor Štimac (Kroasia) disebut-sebut sebagai calon potensial.
Atep menilai, siapapun yang dipilih nanti, haruslah pelatih dengan reputasi dan pengalaman dalam membangun mental tim nasional, bukan sekadar pelatih klub yang sukses.
“Pelatih klub belum tentu cocok di level Timnas. Karena di Timnas, waktunya terbatas. Dia harus tahu bagaimana memaksimalkan pemain dalam waktu singkat,” ujar Atep.
Sementara itu, Ismed menyoroti bahwa PSSI sebaiknya tidak hanya mencari nama besar, melainkan mencari pelatih yang memiliki komitmen jangka panjang terhadap pengembangan sepak bola Indonesia.
“Kalau pelatih datang hanya untuk satu dua turnamen, tidak ada artinya. Kita butuh pelatih yang mau tinggal, memantau liga, bahkan membina dari bawah,” tegasnya.
Pentingnya Karakter dan Kepemimpinan di Ruang Ganti
Salah satu aspek yang paling sering diabaikan dalam memilih pelatih adalah peran mereka di ruang ganti (locker room). Menurut Atep dan Ismed, pelatih yang sukses bukan hanya yang bisa menyusun taktik di atas papan strategi, tetapi yang bisa mengendalikan emosi dan ego para pemain.
“Ruang ganti itu tempat paling menentukan. Kalau pelatih bisa menguasai atmosfer di sana, timnya akan solid. Tapi kalau dia kehilangan kontrol, tim bisa pecah,” ujar Ismed.
Atep menambahkan bahwa pemain Indonesia sering kali emosional dan sensitif terhadap perlakuan pelatih. Karena itu, pelatih yang cerdas secara emosional — tegas tapi juga manusiawi — akan lebih berhasil dalam membangun kohesi tim.
“Kalau terlalu keras, pemain bisa kehilangan motivasi. Tapi kalau terlalu lembek, mereka bisa seenaknya. Harus ada keseimbangan,” tambah Atep.
Visi Jangka Panjang Dari Taktik Hingga Regenerasi
Baik Atep maupun Ismed sepakat bahwa pelatih baru harus datang dengan rencana jangka panjang, bukan hanya target sesaat seperti lolos turnamen tertentu.
Menurut mereka, visi yang jelas tentang pembinaan usia muda, filosofi permainan, dan kesinambungan antar level menjadi fondasi penting jika Indonesia ingin sejajar dengan negara-negara kuat Asia seperti Jepang atau Korea Selatan.
“Kita sering mulai dari nol setiap kali ganti pelatih. Itu kesalahan besar. Harusnya ada sistem dan filosofi yang tetap,” kata Ismed.
Atep menambahkan bahwa pelatih baru juga perlu punya keberanian untuk melakukan regenerasi pemain, meski keputusan itu tidak populer. Ia mencontohkan bagaimana pelatih seperti Shin Tae-yong berani memainkan pemain muda seperti Marselino Ferdinan, Ivar Jenner, dan Rafael Struick.
“Langkah itu harus dilanjutkan. Jangan takut memberi kesempatan kepada pemain muda. Mereka masa depan kita,” ujar Atep.
Dukungan dari Mantan Pemain Lain “Konsistensi Lebih Penting dari Nama Besar”
Pandangan Atep dan Ismed ternyata sejalan dengan opini sejumlah mantan pemain lain seperti Bambang Pamungkas dan Firman Utina. Mereka juga menilai bahwa pelatih baru harus memiliki karakter tegas dan mampu menjaga konsistensi performa.
“Nama besar tidak menjamin sukses. Yang penting dia konsisten dan bisa membangun budaya kemenangan,” ujar Bambang Pamungkas.
Sementara Firman Utina menambahkan, pelatih ideal adalah yang mampu menyesuaikan strategi dengan karakter pemain lokal tanpa kehilangan filosofi permainan modern.
“Jangan sampai kita memaksakan gaya main yang tidak sesuai dengan DNA pemain kita. Pelatih harus fleksibel,” katanya.
Harapan Publik Era Baru yang Lebih Stabil dan Terarah
Setelah melalui berbagai periode pasang surut, publik kini menaruh harapan besar bahwa pelatih baru nanti bisa membawa stabilitas dan arah yang jelas bagi Timnas Indonesia.
Banyak suporter di media sosial yang menyuarakan agar PSSI tidak terburu-buru dalam memilih, melainkan melakukan seleksi berdasarkan kompetensi dan komitmen jangka panjang.
“Pelatih hebat bukan yang datang dengan janji besar, tapi yang membangun pondasi kuat untuk masa depan,” tulis salah satu penggemar Timnas di Twitter.
Atmosfer optimisme ini menjadi sinyal positif bahwa masyarakat kini lebih dewasa dalam menyikapi proses pembangunan sepak bola nasional. Mereka tidak lagi hanya menuntut hasil instan, tetapi mulai menghargai proses yang berkelanjutan.
Baca Juga:












