Perjalanan PSM Makassar di musim kompetisi kali ini tengah memasuki fase yang cukup krusial. Tim kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan itu masih berjuang menemukan bentuk permainan terbaiknya setelah serangkaian perubahan taktik dan strategi yang diterapkan oleh sang pelatih baru. Masa transisi ini bukan hal yang mudah, terlebih bagi klub sebesar PSM yang memiliki tradisi panjang dan ekspektasi tinggi dari para pendukung fanatiknya, Pasukan Ramang.
Dalam beberapa pertandingan terakhir, PSM terlihat masih mencari keseimbangan antara menjaga identitas permainan lama dengan beradaptasi terhadap skema baru yang lebih modern dan fleksibel. Proses adaptasi ini memunculkan sejumlah dinamika di lapangan—mulai dari komunikasi antar lini yang belum maksimal, penyesuaian peran pemain, hingga konsistensi hasil pertandingan yang masih naik turun.
Pergantian Skema Dari Klasik ke Modern
Sejak musim lalu, PSM dikenal sebagai tim dengan gaya permainan yang mengandalkan fisik kuat, pressing tinggi, dan transisi cepat dari bertahan ke menyerang. Namun, di bawah komando pelatih baru, arah permainan tim kini mengalami pergeseran signifikan. Pelatih Bernardo Tavares, yang dikenal memiliki pendekatan taktis Eropa modern, berusaha membawa PSM bermain lebih terstruktur dengan penguasaan bola dan build-up dari lini belakang.
Jika sebelumnya PSM sering bermain dengan formasi 4-3-3 atau 4-2-3-1 klasik yang mengandalkan kecepatan sayap, kini mereka lebih sering menggunakan formasi 3-4-2-1 atau 3-5-2. Formasi ini menuntut pemain belakang untuk lebih berperan dalam membangun serangan, sementara gelandang harus memiliki kemampuan distribusi bola yang akurat dan mobilitas tinggi.
Tentu, perubahan ini bukan tanpa risiko. Banyak pemain yang harus menyesuaikan diri dengan posisi dan tugas baru. Beberapa di antaranya bahkan mengaku perlu waktu untuk benar-benar memahami filosofi permainan sang pelatih.
“Pelatih ingin kami bermain dengan lebih sabar, tidak terburu-buru. Tapi di saat yang sama, kami juga diminta untuk tetap agresif. Ini butuh keseimbangan dan latihan yang intens,” ujar Wiljan Pluim, kapten PSM, dalam sesi wawancara usai latihan di Stadion Kalegowa.
Tantangan Adaptasi dan Konsistensi
Proses transisi skema permainan seperti yang dijalani PSM bukanlah hal instan. Dibutuhkan waktu, disiplin, dan kejelasan peran bagi setiap pemain. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi PSM saat ini adalah inkonsistensi performa antar pertandingan.
Dalam beberapa laga awal musim, PSM menunjukkan potensi besar dengan permainan yang dominan dan kombinasi antar pemain yang mulai terlihat solid. Namun di laga berikutnya, performa tim bisa menurun drastis karena kesalahan koordinasi atau kehilangan fokus di menit-menit akhir. Hal ini menunjukkan bahwa meski ide permainan sudah mulai terbentuk, penerapannya di lapangan belum berjalan sempurna.
Pelatih Tavares sendiri mengakui bahwa proses adaptasi ini tidak mudah, apalagi bagi pemain yang sudah terbiasa bermain dengan cara tertentu selama bertahun-tahun. Ia menegaskan pentingnya kesabaran dalam membangun sistem permainan yang solid dan berkelanjutan.
“Transisi adalah bagian dari evolusi tim. Tidak bisa semuanya langsung sempurna. Kami membangun dari dasar, memperkuat pemahaman taktik, dan meningkatkan komunikasi antar lini,” kata Tavares kepada media.
Peran Sentral Gelandang dalam Skema Baru
Salah satu aspek paling menarik dari perubahan taktik PSM adalah meningkatnya peran gelandang sebagai jantung permainan. Jika dulu lini tengah hanya berfungsi sebagai penghubung antar lini, kini mereka menjadi motor utama yang mengatur tempo dan arah serangan.
Dalam formasi baru, gelandang seperti Akbar Tanjung dan Yakob Sayuri dituntut untuk lebih kreatif dalam mendistribusikan bola dan menjaga keseimbangan permainan. Mereka harus bisa mengatur ritme, membuka ruang, dan melakukan pressing saat kehilangan bola.
Gaya ini meniru tren sepak bola modern yang banyak diterapkan di klub-klub besar Eropa. Namun, di level kompetisi domestik, penerapannya membutuhkan adaptasi ekstra karena tidak semua pemain terbiasa bermain dengan intensitas tinggi dan pergerakan tanpa bola yang konstan.
“Kami diminta untuk berpikir cepat dan bergerak cepat. Tidak hanya menunggu bola, tapi juga menciptakan ruang. Ini hal baru bagi beberapa pemain, tapi kami menikmatinya,” ungkap Akbar dalam wawancara usai latihan tim.
Masalah di Lini Belakang Fokus dan Komunikasi
Sementara lini tengah mulai menemukan bentuknya, sektor pertahanan PSM masih menjadi pekerjaan rumah besar. Dalam beberapa pertandingan, gawang mereka kerap kebobolan akibat kesalahan individu dan miskomunikasi. Formasi tiga bek yang diterapkan pelatih belum sepenuhnya solid karena koordinasi antar pemain belakang belum maksimal.
Para bek harus mampu menjaga jarak antar posisi dengan tepat, terutama saat lawan melakukan serangan cepat. Kesalahan kecil dalam positioning bisa menjadi celah yang berbahaya. Pelatih Tavares menekankan pentingnya disiplin dan komunikasi di lini belakang, terutama bagi pemain muda yang masih belajar memahami sistem baru ini.
“Kami terus berlatih agar lebih kompak. Bermain dengan tiga bek butuh kerja sama dan saling percaya. Kalau satu orang terlambat bergerak, bisa fatal,” ujar Dedi Gusmawan, bek senior PSM.
Perubahan Peran Penyerang
Di sisi lain, lini depan PSM juga mengalami perubahan besar. Jika pada musim sebelumnya mereka mengandalkan serangan langsung dan crossing dari sayap, kini pola serangan lebih variatif. Para penyerang tidak hanya dituntut mencetak gol, tetapi juga ikut dalam proses build-up dan pressing tinggi.
Penyerang seperti Yuran Fernandes atau Kenzo Nambu kini lebih sering turun ke tengah untuk membuka ruang dan menarik perhatian bek lawan. Peran mereka tidak lagi sekadar sebagai finisher, melainkan juga kreator peluang.
Namun, perubahan ini membuat efektivitas di depan gawang sedikit menurun. Dalam beberapa laga, PSM terlihat kesulitan mencetak gol meski menguasai permainan. Hal ini menunjukkan bahwa adaptasi di lini depan masih belum tuntas.
“Kami punya banyak peluang, tapi penyelesaian akhir masih kurang tajam. Saya yakin seiring waktu, para pemain akan terbiasa dengan sistem ini,” ujar Tavares dengan nada optimistis.
Mentalitas dan Dukungan Suporter
Selain faktor teknis, mentalitas pemain juga menjadi kunci dalam fase transisi ini. Sebagai klub dengan sejarah panjang dan basis suporter yang besar, tekanan untuk menang selalu ada di setiap laga. The Macz Man, kelompok suporter setia PSM, dikenal sangat loyal namun juga kritis terhadap performa tim.
Meski demikian, mayoritas suporter memahami bahwa proses pembangunan tim membutuhkan waktu. Mereka tetap memberikan dukungan penuh di stadion maupun media sosial, dengan harapan agar pemain tidak kehilangan motivasi di tengah masa sulit.
“Kami tahu tim sedang berproses. Asal mereka main dengan hati dan semangat juang, kami akan tetap mendukung,” ujar Ardi Mappa, salah satu perwakilan The Macz Man Makassar.
Dukungan seperti inilah yang membuat atmosfer di Stadion Gelora BJ Habibie selalu membara. Setiap kali PSM bermain, semangat dari tribune menjadi energi tambahan bagi para pemain untuk berjuang hingga peluit akhir.
Faktor Kebugaran dan Rotasi Pemain
Transisi taktik juga berpengaruh pada aspek fisik. Skema baru yang menuntut intensitas tinggi dan pergerakan konstan membuat pemain harus memiliki kebugaran optimal. Beberapa pemain senior sempat kesulitan mengikuti tempo permainan baru ini, sehingga pelatih Tavares melakukan rotasi secara berkala.
Ia sering memberikan kesempatan kepada pemain muda seperti Aldo Aji dan Fadli Rachman untuk tampil sejak menit awal. Tujuannya tidak hanya untuk menjaga kebugaran tim, tetapi juga memberi pengalaman bagi generasi penerus PSM.
“Kami ingin membangun tim jangka panjang. Pemain muda harus belajar bermain dalam tekanan dan memahami sistem sejak dini,” jelas Tavares.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa PSM tidak hanya fokus pada hasil jangka pendek, tetapi juga membangun fondasi untuk masa depan.
Analisis Statistik Dominan tapi Belum Efektif
Dari sisi statistik, PSM sebenarnya menunjukkan perkembangan positif dalam hal penguasaan bola dan jumlah umpan sukses. Dalam lima laga terakhir, rata-rata penguasaan bola mereka mencapai 58%, meningkat signifikan dibanding musim lalu yang hanya sekitar 46%.
Namun, peningkatan ini belum berbanding lurus dengan efektivitas serangan. Rata-rata peluang yang berbuah gol masih rendah, hanya sekitar 12%. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun PSM mampu mengontrol permainan, penyelesaian akhir masih menjadi masalah utama.
Kelemahan lain yang terlihat adalah transisi bertahan. Saat kehilangan bola, pemain PSM sering terlambat melakukan pressing balik, memberi ruang bagi lawan untuk melakukan serangan balik cepat. Ini menjadi salah satu fokus utama yang ingin diperbaiki pelatih dalam sesi latihan minggu ini.
Pelajaran dari Klub Besar
Proses transisi yang sedang dijalani PSM sebenarnya mirip dengan apa yang dialami oleh banyak klub besar dunia ketika mencoba beradaptasi dengan filosofi baru. Sebut saja Liverpool di awal era Jurgen Klopp atau Manchester City ketika Pep Guardiola pertama kali datang.
Awalnya, tim-tim tersebut juga kesulitan menemukan keseimbangan antara ide pelatih dan karakter pemain. Namun seiring waktu, dengan latihan intensif dan kesabaran, sistem mereka akhirnya berjalan mulus dan menghasilkan kesuksesan besar.
Hal yang sama diharapkan bisa terjadi di PSM Makassar. Dengan pengalaman pelatih, kedisiplinan pemain, dan dukungan suporter, transisi ini diharapkan menjadi fondasi untuk era baru yang lebih kuat dan berkelanjutan.
Baca Juga:












