1920x600-TOP-ID
ID
ID
previous arrow
next arrow

SBOTOP : Ole Romeny Akui Luka Belum Sembuh Usai Timnas Indonesia Gagal Lolos ke Piala Dunia 2026

Striker Timnas Indonesia, Ole Romeny, mengakui bahwa rasa sakit hati akibat kegagalan skuad Garuda melaju ke Piala Dunia 2026 masih membekas hingga kini. Meski waktu terus berjalan, kepedihan itu belum sepenuhnya sirna—bahkan kerap terasa semakin tajam setiap kali turnamen akbar tersebut dibicarakan.

Bagi Romeny, kegagalan itu bukan sekadar hasil di papan skor. Ada rangkaian peristiwa yang mengiringinya, mulai dari cedera serius, proses pemulihan yang terburu-buru, hingga keterbatasan kondisi fisik saat harus membela negara di momen paling menentukan. Semua itu berpadu menjadi beban emosional yang sulit dilupakan.

Cedera di Pramusim yang Mengubah Segalanya

Akar dari kisah pahit tersebut dapat ditelusuri ke fase pramusim bersama Oxford United. Turnamen Piala Presiden 2025 yang semestinya menjadi ajang pemanasan justru berubah menjadi titik balik karier Romeny pada tahun itu.

Dalam laga melawan Arema FC, penyerang berusia 25 tahun tersebut mengalami cedera parah di pergelangan kaki akibat tekel keras dari pemain asing Arema, Paulinho Moccelin. Benturan itu menyebabkan patah tulang metatarsal—cedera yang bukan pertama kali dialami Romeny, namun kali ini menuntut tindakan operasi.

Cedera tersebut memutus ritme kompetitifnya. Ia harus menepi cukup lama, kehilangan kesempatan bermain bersama klub, sekaligus dibayangi kecemasan akan kesiapan fisiknya menjelang agenda internasional yang krusial.

Perjuangan Panjang Melawan Waktu

Selama masa pemulihan, satu hal terus menghantui benak Romeny: Timnas Indonesia. Ia bertekad kembali tepat waktu untuk memperkuat Merah Putih pada putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026—fase yang dianggap sebagai peluang terakhir untuk mewujudkan mimpi tampil di panggung dunia.

“Saya patah kaki di Indonesia setelah menerima tendangan yang sangat keras. Patah tulang metatarsal—saya pernah mengalaminya sebelumnya, tetapi kali ini saya harus menjalani operasi,” ujar Romeny, dikutip dari media Belanda, Gelderlander.

Ia menjalani operasi di Amsterdam dan melakukan rehabilitasi intensif di sana. Targetnya jelas: pulih dan siap pada Oktober, saat laga-laga penentuan Indonesia digelar. “Tujuannya agar saya fit pada Oktober, karena itulah pertandingan paling penting bagi Indonesia,” tambahnya.

Kembali Bermain, Namun Belum Ideal

Sayangnya, waktu tidak sepenuhnya berpihak. Setelah dinyatakan pulih, Romeny nyaris tak memiliki ruang untuk membangun kebugaran melalui pertandingan kompetitif bersama klub. Pemusatan latihan Timnas Indonesia justru menjadi sesi latihan kelompok pertamanya pasca-cedera.

“Latihan kelompok pertama saya setelah cedera adalah di Arab Saudi bersama tim nasional, menjelang kualifikasi Piala Dunia,” ungkapnya. Dengan kata lain, ia harus melompat langsung ke pertandingan internasional berintensitas tinggi tanpa fondasi menit bermain yang memadai.

Kondisi tersebut jelas berdampak. Meski telah mengoleksi tiga gol dari enam caps bersama Timnas Indonesia, Romeny mengakui dirinya tidak berada pada level kebugaran terbaik saat menghadapi Arab Saudi dan Irak.

Bermain dengan Hati di Tengah Keterbatasan

Di tengah keterbatasan fisik, Romeny memilih mengandalkan tekad. Ia tetap tampil habis-habisan ketika mendapat kepercayaan dari pelatih Patrick Kluivert.

“Saya bermain dalam pertandingan internasional itu terutama dengan hati. Dengan perasaan, dengan adrenalin,” katanya. Pernyataan itu menggambarkan betapa besar dorongan emosional yang ia bawa ke lapangan—keinginan kuat untuk membantu Indonesia, meski tubuhnya belum sepenuhnya siap.

Kekalahan yang Menghentikan Mimpi

Namun perjuangan itu berujung pahit. Timnas Indonesia kalah tipis 2-3 dari Arab Saudi, lalu kembali tumbang 0-1 dari Irak. Dua hasil tersebut memastikan langkah Garuda terhenti di putaran keempat, sekaligus mengakhiri mimpi tampil di Piala Dunia 2026.

Bagi Romeny, kegagalan ini terasa semakin menyakitkan karena konteksnya. Ia merasa telah mengorbankan banyak hal—waktu, kebugaran, dan kenyamanan—demi hadir di momen krusial tersebut.

Luka yang Masih Terasa

Rasa pedih itu belum hilang hingga sekarang. “Ketika saya mendengar seseorang membicarakan Piala Dunia sekarang, itu menusuk hati saya,” ucap Romeny jujur. “Dan itu akan semakin parah sekarang bahwa turnamen semakin dekat.”

Pengakuan tersebut mencerminkan sisi manusiawi seorang pesepak bola profesional. Di balik statistik dan hasil pertandingan, ada emosi, harapan, dan kekecewaan yang nyata.

Meski begitu, kisah ini bukan sekadar tentang kegagalan. Ini juga tentang komitmen dan keberanian mengambil risiko demi lambang di dada. Bagi Ole Romeny, luka itu mungkin masih terasa. Namun pengalaman pahit tersebut juga bisa menjadi bahan bakar—untuk bangkit lebih kuat, dan suatu hari kembali mengejar mimpi yang sempat terlepas.

BACA JUGA :

TAGS:
CLOSE