Langkah besar kembali dilakukan PT Liga Indonesia Baru (LIB) dalam upayanya mengangkat standar kompetisi sepak bola nasional. Salah satu gebrakan terbaru yang cukup mengejutkan publik adalah penunjukan Takeyuki Oya, seorang profesional asal Jepang dengan pengalaman panjang di J League, sebagai General Manager (GM) baru LIB. Penunjukan ini menjadi sinyal kuat bahwa LIB ingin mengambil inspirasi langsung dari keberhasilan sepak bola Jepang dalam membangun liga yang stabil, profesional, dan kompetitif.
Takeyuki Oya bukanlah sosok sembarangan. Dengan pengalaman lebih dari 16 tahun di lingkungan J League, ia telah menempati berbagai posisi strategis, mulai dari manajemen klub hingga struktur liga profesional Jepang itu sendiri. Kedatangannya ke Indonesia diharapkan mampu membawa angin segar, terutama dalam hal tata kelola liga, pengembangan infrastruktur, dan penguatan sistem kompetisi yang lebih profesional.
Penunjukan ini disambut dengan antusias oleh berbagai pihak, baik dari klub peserta Liga 1 maupun pengamat sepak bola nasional. Artikel ini akan mengupas secara mendalam latar belakang Takeyuki Oya, pengalaman panjangnya di J League, alasan penunjukannya oleh LIB, harapan terhadap peran barunya, serta tantangan besar yang akan dihadapinya dalam memajukan kompetisi domestik Indonesia.
Profil Takeyuki Oya Profesional Jepang Bertangan Dingin
Takeyuki Oya merupakan figur yang memiliki rekam jejak panjang dalam sepak bola Jepang. Ia memulai karier profesionalnya di dunia olahraga sejak awal 2000-an sebagai bagian dari tim manajemen klub Tokyo Verdy, salah satu klub papan atas di Jepang. Ia kemudian merambah posisi-posisi strategis di kantor pusat J League, mengurusi hal-hal seperti lisensi klub, regulasi kompetisi, hingga pengembangan model bisnis liga.
Sepanjang 16 tahun kariernya di Jepang, Oya dikenal sebagai sosok yang detail, visioner, dan disiplin. Ia turut ambil bagian dalam restrukturisasi kompetisi J League menjadi tiga kasta profesional (J1, J2, dan J3), serta terlibat dalam penyusunan regulasi lisensi klub yang ketat — yang kini menjadi pondasi keberhasilan klub-klub Jepang dalam mengelola diri secara mandiri dan profesional.
Selain itu, ia juga aktif dalam kerja sama internasional, termasuk proyek J League dengan ASEAN dan federasi negara-negara Asia Tenggara. Tak heran, namanya cukup dikenal di kalangan manajemen federasi Asia. Bahkan sebelum resmi diumumkan sebagai GM LIB, Oya disebut-sebut telah menjadi konsultan tidak tetap dalam sejumlah diskusi strategis terkait masa depan liga Indonesia.
Mengapa LIB Memilih Takeyuki Oya
Keputusan PT Liga Indonesia Baru menunjuk sosok asing sebagai General Manager (GM) bukan tanpa pertimbangan matang. Selama beberapa tahun terakhir, LIB memang terus mencari sosok yang bisa menjadi penggerak reformasi manajemen liga secara menyeluruh. Tantangan besar dalam tata kelola liga, mulai dari jadwal yang kacau, lisensi klub yang belum standar AFC, hingga manajemen hak siar dan sponsor yang belum optimal, membuat organisasi ini butuh figur baru yang berani dan berpengalaman.
Takeyuki Oya dianggap sebagai sosok yang memenuhi semua kriteria tersebut. Pertama, ia memiliki pemahaman mendalam tentang dinamika liga Asia, khususnya dari sisi regulasi, lisensi, dan finansial klub. Kedua, pengalamannya dalam membentuk sistem kompetisi yang solid di Jepang menjadi bekal penting dalam membenahi Liga 1 yang kerap dihantui inkonsistensi jadwal dan krisis manajemen.
Menurut Direktur Utama LIB, Ferry Paulus, pemilihan Oya adalah bagian dari misi transformasi. “Kami ingin Liga Indonesia bisa naik kelas, bukan hanya secara kualitas pertandingan, tetapi juga dalam sistem pengelolaan dan profesionalisme. Pak Oya hadir bukan untuk menggantikan peran lokal, tapi sebagai katalis perubahan,” ujar Ferry dalam konferensi pers perkenalan GM baru tersebut.
Penunjukan ini juga mencerminkan komitmen LIB untuk berani belajar dari negara yang sudah sukses membangun liga mereka. Dengan pendekatan global dan nilai-nilai profesionalisme ala Jepang, diharapkan Takeyuki Oya mampu memberikan sentuhan baru yang selama ini belum dimiliki sepak bola Indonesia.
Target dan Fokus Takeyuki Oya di Tahun Pertama
Dalam sambutannya, Takeyuki Oya menyatakan bahwa tugas pertamanya adalah melakukan “diagnosis menyeluruh” terhadap sistem kompetisi dan struktur manajemen LIB. “Sebelum melakukan perubahan besar, saya ingin memahami karakteristik budaya sepak bola Indonesia, tantangan logistik, struktur klub, dan harapan para pemangku kepentingan,” ujarnya.
Namun demikian, ia telah mengidentifikasi beberapa fokus utama yang akan menjadi prioritasnya dalam 12 bulan pertama:
- Standarisasi Lisensi Klub
Oya menekankan pentingnya penerapan sistem lisensi klub yang mengacu pada standar AFC dan FIFA. Ia ingin memastikan setiap klub memiliki struktur keuangan yang sehat, akademi yang berjalan baik, serta infrastruktur layak untuk menunjang pertandingan. - Perbaikan Jadwal dan Kalender Liga
Liga 1 selama ini dikenal kerap mengalami penundaan, bentrok dengan agenda tim nasional, serta tidak sinkron dengan kalender internasional. Oya berencana menyusun kalender liga yang lebih stabil dan terencana, bekerja sama dengan PSSI dan operator stadion. - Transparansi dan Profesionalisme Hak Siar
Isu hak siar menjadi perhatian utama. Oya ingin menciptakan sistem distribusi pendapatan yang lebih adil dan transparan kepada klub, serta memastikan kualitas siaran televisi dan digital setara dengan liga-liga Asia lain. - Penguatan Kompetisi Usia Muda dan Liga 2
Tak hanya fokus di Liga 1, ia juga menyebut pentingnya membangun kompetisi berjenjang yang berkesinambungan. Pembenahan Liga 2 dan kompetisi usia muda menjadi fondasi untuk jangka panjang. - Peningkatan Reputasi Liga Secara Internasional
Oya juga menggarisbawahi pentingnya membangun citra positif Liga Indonesia di kancah Asia. “Liga Anda punya potensi besar, suporter fanatik, dan pemain berbakat. Tapi reputasi liga harus ditingkatkan agar investor dan sponsor lebih percaya diri masuk,” jelasnya.
Tantangan Besar Budaya Infrastruktur dan Politik Sepak Bola
Meski berpengalaman dan memiliki visi jelas, Takeyuki Oya tak bisa lepas dari tantangan yang sangat khas di sepak bola Indonesia. Salah satu tantangan terbesarnya adalah perbedaan budaya kerja dan birokrasi. Dalam struktur liga dan klub Indonesia, keputusan kerap dipengaruhi dinamika politik, kepentingan pemilik klub, serta hubungan antarorganisasi.
Selain itu, infrastruktur stadion yang belum merata dan kualitas manajemen klub yang masih amatir menjadi kendala serius. Tidak semua klub memiliki stadion sendiri, dan beberapa bahkan masih mengandalkan dana APBD atau donatur lokal. Hal ini sangat kontras dengan standar profesional yang diusung Oya dari Jepang.
Namun, Oya mengaku tidak gentar. “Saya sudah berkali-kali menghadapi tantangan di Jepang saat membangun liga dari awal. Transformasi memang sulit, tapi bukan tidak mungkin. Kuncinya adalah komitmen bersama,” ujarnya. Ia menegaskan akan bekerja secara inklusif dan terbuka dengan semua stakeholder: klub, pemain, federasi, suporter, hingga media.
Respons Klub dan Pelaku Sepak Bola Nasional
Penunjukan Oya disambut dengan harapan dan optimisme dari berbagai klub Liga 1. Direktur Persib Bandung, Teddy Tjahjono, menyebut kehadiran Oya sebagai momen penting dalam sejarah liga. “Kita butuh cara pandang baru. Dengan pengalaman J League, kami harap Pak Oya bisa jadi ‘game changer’ untuk profesionalisme liga kita,” ujarnya.
Pelatih-pelatih lokal seperti Rahmad Darmawan dan Bima Sakti juga menyuarakan harapan agar Oya memberikan ruang diskusi kepada pelatih-pelatih Indonesia agar aspirasi mereka tersalurkan dalam kebijakan teknis dan regulasi liga.
Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI) pun berharap di bawah kepemimpinan Oya, hak-hak pemain semakin terlindungi. “Banyak kasus tunggakan gaji yang belum selesai. Kami ingin GM baru memastikan klub patuh pada kontrak dan regulasi,” ujar CEO APPI, Ponaryo Astaman.
Baca Juga: