1920x600-TOP-ID
ID
ID
previous arrow
next arrow

SBOTOP Eks Pelatih Timnas U-23 Ingatkan Ancaman Gaya Main Thailand: Dominasi Bola Bisa Jadi Bumerang

Dalam dunia sepak bola modern, penguasaan bola atau ball possession sering kali dianggap sebagai parameter utama kesuksesan sebuah tim. Namun menurut Aji Santoso, mantan pelatih Timnas U-23 Indonesia, filosofi itu tak selalu mutlak. Jelang laga krusial antara Indonesia dan Thailand di ajang kualifikasi Asia, Aji mengingatkan bahwa dominasi bola Thailand bisa menjadi senjata makan tuan—sebuah bumerang—jika Indonesia mampu memanfaatkannya secara cerdas.

Dalam wawancara eksklusif bersama salah satu media olahraga nasional, Aji menyoroti bagaimana gaya bermain Thailand yang menekankan pada penguasaan bola justru bisa dimanfaatkan sebagai celah oleh Timnas Indonesia. Ia juga mengajak publik untuk tidak silau dengan statistik penguasaan bola yang tinggi, karena pada akhirnya, hasil akhir tetap ditentukan oleh efektivitas dan kecerdasan taktik.

“Thailand selalu mendominasi bola, tapi itu juga bisa menjadi titik lemah jika kita tahu bagaimana memanfaatkannya,” kata Aji Santoso dengan penuh keyakinan.

Mari kita telusuri bagaimana peringatan Aji ini bisa menjadi kunci dalam laga penting melawan Thailand, dan mengapa dominasi bola belum tentu menjamin kemenangan.

Thailand dan Filosofi Ball Possession

Thailand dikenal sebagai salah satu tim dengan filosofi permainan paling konsisten di Asia Tenggara. Dalam dua dekade terakhir, mereka membangun sistem permainan berbasis penguasaan bola, mirip dengan pendekatan tiki-taka ala Spanyol. Gaya ini terus dikembangkan baik di level klub maupun tim nasional.

Dengan mengandalkan penguasaan bola, Thailand mengontrol tempo permainan, memancing lawan keluar dari posisi bertahan, lalu mengeksploitasi celah yang muncul. Gelandang seperti Chanathip Songkrasin, Sarach Yooyen, dan Phitiwat Sukjitthammakul menjadi pilar utama dalam sistem ini.

Statistik menunjukkan bahwa dalam empat pertandingan terakhir, Thailand rata-rata menguasai bola hingga 64%—angka yang mengesankan. Namun, di balik itu, tidak semua laga berakhir dengan kemenangan.

Aji Santoso Pengalaman adalah Guru Terbaik

Sebagai pelatih yang pernah menangani timnas muda dan menghadapi Thailand di berbagai level, Aji Santoso tahu betul bagaimana gaya bermain mereka.

“Saya pernah melihat tim kita terlalu fokus mengejar bola, terlalu terpancing dengan penguasaan Thailand. Akhirnya kita lelah sendiri dan lengah di menit akhir,” ungkapnya.

Menurut Aji, dominasi bola bisa menjadi bumerang jika digunakan secara berlebihan. Tim lawan bisa memancing Thailand untuk terus memainkan bola tanpa arah, lalu mencuri bola dan menyerang cepat.

Ia mencontohkan laga semifinal SEA Games 2019 di mana Timnas Indonesia sempat frustrasi karena Thailand mengontrol bola, namun akhirnya Indonesia menang 2-0 lewat serangan balik efektif.

Mengapa Dominasi Bola Bisa Jadi Bumerang

Secara taktis, terlalu mengandalkan penguasaan bola dapat membuat tim menjadi terlalu percaya diri dan kehilangan kewaspadaan. Berikut beberapa alasannya:

  • Tingginya Risiko Counter Attack

Tim yang menguasai bola cenderung meninggalkan ruang di lini belakang karena fullback dan gelandang naik ke depan. Jika kehilangan bola, lawan bisa menyerang cepat dan memanfaatkan ruang kosong tersebut.

  • Ketergantungan pada Gelandang

Tim seperti Thailand sangat tergantung pada kreativitas gelandang tengah. Jika pemain kunci ditekan dan diputus alur umpannya, seluruh sistem bisa terganggu.

  • Perangkap Psikologis

Dominasi bola sering menciptakan ilusi superioritas. Tim yang merasa lebih “menguasai” lapangan bisa terlena dan mengendurkan konsentrasi di detik-detik penting.

  • Efektivitas Lebih Penting

Dalam sepak bola modern, yang dihitung adalah gol. Tim bisa menang dengan 30% penguasaan bola jika mereka tahu kapan dan bagaimana mengeksekusi serangan.

Pelajaran dari Tim Dunia Tidak Selalu yang Dominan Menang

Beberapa tim besar dunia pun telah menunjukkan bahwa dominasi bola tidak selalu identik dengan kemenangan. Aji Santoso mengutip beberapa contoh terkenal:

  • Chelsea vs Bayern Munich (Final Liga Champions 2012): Bayern menguasai bola hingga 65% tapi Chelsea menang lewat serangan balik dan adu penalti.
  • Prancis vs Belgia (Piala Dunia 2018): Belgia menguasai bola 61%, tapi kalah 1-0 oleh Prancis yang bermain lebih efektif dan pragmatis.
  • Maroko di Piala Dunia 2022: Berulang kali mengalahkan tim dengan penguasaan bola tinggi (Spanyol, Portugal) lewat skema pertahanan rapat dan counter cepat.

“Timnas Indonesia bisa meniru pendekatan ini. Jangan takut kalah penguasaan. Yang penting tahu kapan harus mencuri momentum,” ujar Aji.

Solusi dan Strategi Indonesia Menyerang dengan Cerdas

Jika Thailand datang dengan pola dominasi bola, maka Indonesia harus menjawab dengan pendekatan yang disiplin dan efektif. Aji Santoso menyarankan beberapa hal yang bisa dilakukan pelatih Shin Tae-yong:

  • Blok Tengah yang Padat

Kunci menghentikan Thailand adalah menutup ruang di tengah. Pemain seperti Marc Klok dan Ivar Jenner harus disiplin menjaga area mereka dan menekan playmaker lawan.

  • Pressing Situasional

Indonesia tidak perlu terus menekan sepanjang laga. Pressing bisa dilakukan hanya di momen tertentu saat Thailand lengah atau terlalu nyaman bermain bola di belakang.

  • Umpan Panjang dan Pergerakan Diagonal

Setelah merebut bola, Indonesia bisa langsung melepas umpan panjang ke sisi sayap di mana pemain seperti Rafael Struick dan Yakob Sayuri bisa menusuk ke dalam.

  • Pemain Cepat sebagai Kunci

Mengandalkan kecepatan dalam serangan balik menjadi senjata utama. Dalam sistem ini, pemain seperti Marselino Ferdinan menjadi vital sebagai penghubung transisi.

Sosok Kunci Timnas Mereka yang Bisa Membalikkan Keadaan

Beberapa pemain Timnas Indonesia yang punya potensi besar untuk memanfaatkan celah dari gaya bermain Thailand antara lain:

  • Asnawi Mangkualam: Bek kanan yang kuat bertahan sekaligus agresif saat naik membantu serangan.
  • Marc Klok: Jenderal lini tengah yang bisa memutus alur bola dan mengatur ritme permainan.
  • Marselino Ferdinan: Gelandang serang yang tajam, cepat, dan cerdas dalam membaca ruang.
  • Rafael Struick: Penyerang yang gesit dan tajam saat melakukan counter attack.

Reaksi Publik dan Pengamat

Pernyataan Aji Santoso mendapat dukungan dari berbagai pengamat sepak bola. Banyak yang sepakat bahwa melawan tim dengan gaya dominan seperti Thailand, pendekatan reaktif dan efisien lebih masuk akal.

Analis taktik Andri Tarmizi menyebut pernyataan Aji sebagai “pengingat tepat waktu.”

“Terlalu banyak tim yang gugur karena percaya penguasaan bola adalah segalanya. Dalam turnamen singkat atau laga penting, efektifitas lebih utama.”

Suporter pun mulai melihat kemungkinan Indonesia mengalahkan Thailand tanpa perlu ‘bermain cantik’. Banyak yang menekankan pentingnya pragmatisme.

“Main cantik itu bagus, tapi menang lebih penting. Thailand bisa pegang bola 70%, asal kita cetak 2 gol dan mereka 0, itu cukup,” tulis akun fanbase GarudaMerah di media sosial.

Tantangan yang Perlu Diwaspadai Indonesia

Meski gaya Thailand bisa jadi bumerang, Indonesia tetap tak boleh lengah. Ada beberapa tantangan yang harus diantisipasi:

  • Konsentrasi di Menit Akhir

Thailand punya tradisi mencetak gol di akhir laga. Indonesia harus menjaga fokus hingga peluit panjang.

  • Jangan Terlalu Bertahan

Terlalu pasif juga bisa menjadi bumerang. Indonesia harus berani menyerang di momen yang tepat.

  • Disiplin Taktik

Dalam sistem bertahan dan serangan balik, disiplin posisi sangat krusial. Satu kesalahan bisa fatal.

Harapan Besar di Pundak Shin Tae-yong

Pelatih asal Korea Selatan, Shin Tae-yong, sudah dikenal sebagai pelatih yang jeli dalam membaca lawan. Kemampuannya menyiapkan strategi kontra taktik sangat dibutuhkan dalam laga seperti ini.

Jika berhasil memanfaatkan kelemahan Thailand seperti yang dijelaskan Aji Santoso, bukan tak mungkin Indonesia akan mencatat sejarah baru dengan mengalahkan rival utama tanpa harus bermain dominan.

“Kita tidak harus main cantik. Kita harus main cerdas,” tegas Aji menutup wawancaranya.

Baca Juga:

TAGS:
CLOSE