Setelah melalui masa-masa penuh dinamika di dunia sepak bola nasional, Ketua Umum PSSI Erick Thohir akhirnya menyerukan pesan penting kepada seluruh pecinta sepak bola Indonesia: “Saatnya move on.” Seruan ini ditujukan kepada para suporter yang masih terbawa suasana setelah hengkangnya Patrick Kluivert dan berakhirnya masa kerja Shin Tae-yong sebagai pelatih tim nasional.
Bagi Erick, sepak bola Indonesia kini memasuki fase baru yang membutuhkan fokus, dukungan, dan semangat kebersamaan, bukan nostalgia terhadap masa lalu. Ia menegaskan bahwa perubahan adalah bagian tak terpisahkan dari proses menuju kemajuan, dan sudah saatnya publik sepak bola nasional menatap ke depan — membangun era baru dengan fondasi yang lebih kokoh dan profesional.
Latar Belakang Transisi Besar di Tim Nasional
Hengkangnya dua figur besar, Patrick Kluivert dan Shin Tae-yong, menjadi sorotan utama di kalangan suporter. Keduanya dianggap telah memberikan kontribusi penting bagi perkembangan sepak bola Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Shin Tae-yong, pelatih asal Korea Selatan, dikenal sebagai sosok yang disiplin dan detail. Di bawah asuhannya, tim nasional mengalami peningkatan signifikan, terutama dalam hal mental dan organisasi permainan. Ia berhasil membawa Indonesia menembus berbagai fase penting, termasuk pencapaian di Piala Asia dan turnamen internasional lainnya.
Sementara Patrick Kluivert, legenda Belanda yang sempat dipercaya memimpin program pengembangan pemain muda, memberikan sentuhan Eropa dalam gaya bermain dan pembinaan talenta. Namun, kontrak keduanya berakhir, dan keputusan untuk tidak memperpanjang kerja sama memicu berbagai reaksi di media sosial.
Sebagian suporter merasa kehilangan, sementara sebagian lain mendukung langkah PSSI untuk memulai babak baru. Di tengah pro dan kontra inilah, Erick Thohir tampil menenangkan publik dengan pesan tegas namun menyejukkan: move on dan percaya pada proses.
Pesan Erick Thohir Sepak Bola Indonesia Harus Maju Bersama
Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Erick Thohir menegaskan bahwa pergantian pelatih atau direktur teknis adalah hal wajar dalam dunia sepak bola profesional. Ia mengingatkan bahwa fokus utama bukanlah sosok individu, melainkan sistem dan kontinuitas pembangunan sepak bola nasional.
“Sepak bola tidak boleh bergantung pada satu orang. Kita harus membangun sistem yang kuat, agar siapa pun pelatihnya, fondasinya tetap kokoh,” ujar Erick.
Lebih lanjut, Erick menjelaskan bahwa keputusan untuk tidak melanjutkan kerja sama dengan Kluivert dan Shin bukan karena kekecewaan, melainkan karena visi PSSI ke depan berbeda arah. Menurutnya, Indonesia harus menyesuaikan diri dengan tantangan modernisasi sepak bola global, termasuk peningkatan kompetisi domestik, pembinaan usia muda, dan pengelolaan klub yang berkelanjutan.
“Shin dan Kluivert sudah memberikan kontribusi besar, kita hargai itu. Tapi sepak bola Indonesia tidak berhenti di sana. Kita harus melanjutkan perjalanan ini dengan semangat baru,” tambah Erick.
Pesan ini mengandung makna mendalam: bahwa era baru sepak bola Indonesia akan dibangun bukan berdasarkan nama besar, melainkan kerja kolektif dan struktur yang solid.
Reaksi Suporter Antara Rasa Kehilangan dan Optimisme
Tidak dapat dipungkiri, reaksi publik terhadap keputusan ini cukup beragam. Di media sosial, banyak pendukung yang mengungkapkan kekecewaan karena merasa Shin Tae-yong telah memberikan harapan baru bagi tim nasional. Mereka menilai kepergiannya sebagai kehilangan besar, terutama karena hubungan emosional antara pelatih asal Korea Selatan itu dengan pemain dan suporter begitu kuat.
Namun di sisi lain, tidak sedikit pula yang memahami dan mendukung keputusan PSSI. Banyak yang percaya bahwa Erick Thohir memiliki rencana besar untuk membawa Indonesia ke level yang lebih tinggi. Keberhasilan Erick mengelola berbagai proyek besar sebelumnya — dari transformasi liga hingga modernisasi fasilitas sepak bola — menjadi alasan optimisme bahwa keputusan ini bukan langkah mundur, melainkan bagian dari strategi jangka panjang.
Keseimbangan antara nostalgia dan harapan menjadi tema besar di kalangan suporter. Di sinilah pesan “move on” dari Erick Thohir menemukan konteksnya: bahwa cinta terhadap sepak bola nasional tidak boleh berhenti di masa lalu, melainkan harus menjadi bahan bakar untuk melangkah ke depan.
Fondasi Era Baru Profesionalisme dan Infrastruktur
Salah satu fokus utama Erick Thohir sejak awal kepemimpinannya di PSSI adalah pembangunan fondasi sepak bola profesional. Ia menilai bahwa untuk menciptakan tim nasional yang tangguh, Indonesia harus memiliki sistem yang menyeluruh — mulai dari pembinaan usia muda hingga tata kelola liga.
Erick mendorong klub-klub untuk membangun akademi pemain muda yang benar-benar terstruktur. Ia juga berupaya memperbaiki infrastruktur stadion dan fasilitas latihan agar sesuai dengan standar internasional.
“Kalau kita ingin punya pemain kelas dunia, maka latihannya juga harus berstandar dunia,” ujarnya dalam beberapa kesempatan.
Langkah-langkah seperti peningkatan kualitas wasit, penerapan sistem VAR, serta pengawasan lisensi klub adalah bagian dari agenda besar Erick Thohir. Semua ini diarahkan untuk memastikan bahwa sepak bola Indonesia tidak hanya bagus di permukaan, tetapi kuat dari akar.
Membangun Mental Juara dari Akar Pembinaan
Selain infrastruktur, Erick Thohir juga menekankan pentingnya pembinaan mental dan karakter pemain muda. Ia percaya bahwa Indonesia memiliki banyak talenta alami, tetapi kurang dalam hal konsistensi dan disiplin.
Dalam beberapa kesempatan, Erick mengundang pelatih-pelatih lokal untuk berdiskusi mengenai pola pembinaan. Ia juga membuka peluang kerja sama dengan federasi sepak bola dari luar negeri, agar pelatih dan pemain Indonesia bisa belajar langsung dari negara-negara dengan tradisi sepak bola kuat seperti Jepang, Korea, dan Belanda.
“Bakat tidak akan berarti tanpa mental juara. Kita harus menanamkan nilai kerja keras, sportivitas, dan tanggung jawab sejak dini,” tegas Erick.
Program pelatihan jangka panjang yang dikombinasikan dengan kompetisi usia muda menjadi bagian dari peta jalan baru PSSI. Tujuannya jelas: menciptakan pemain yang tidak hanya pandai mengolah bola, tetapi juga memiliki mental tangguh di lapangan maupun di luar lapangan.
Regenerasi Pelatih dan Pelatih Lokal yang Lebih Diberdayakan
Salah satu perubahan besar yang diisyaratkan Erick adalah regenerasi di bidang kepelatihan. Ia menilai, sudah saatnya Indonesia memiliki lebih banyak pelatih lokal berlisensi tinggi yang mampu bersaing di level internasional.
Selama ini, ketergantungan terhadap pelatih asing sering menjadi polemik. Meskipun banyak pelatih asing membawa kemajuan, namun keberlanjutan sistem seringkali terhambat ketika kontrak mereka berakhir. Karena itu, PSSI kini mulai berfokus pada transfer ilmu dan pemberdayaan pelatih lokal.
“Kita tidak bisa terus-menerus bergantung pada orang luar. Pelatih kita harus belajar, berkembang, dan menjadi pemimpin di negeri sendiri,” ucap Erick.
Langkah ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem pelatih yang kuat dan berkelanjutan. Pelatih lokal yang memahami kultur Indonesia akan menjadi aset penting dalam membangun identitas sepak bola nasional yang autentik.
Hubungan PSSI dan Suporter Menyatukan Energi Positif
Dalam pidatonya, Erick Thohir juga menyoroti peran besar suporter dalam perkembangan sepak bola Indonesia. Ia menyebut suporter sebagai “jantung sepak bola nasional” yang mampu menggerakkan semangat pemain dan klub. Namun, ia juga mengingatkan pentingnya menjaga emosi, etika, dan dukungan yang positif.
“Suporter adalah energi kita. Tapi energi itu harus disalurkan untuk mendukung, bukan memecah belah,” katanya.
Erick menyadari bahwa hubungan antara PSSI dan suporter tidak selalu harmonis di masa lalu. Namun, ia menegaskan komitmen untuk menjadikan suporter sebagai mitra strategis dalam setiap kebijakan. Beberapa program, seperti Forum Komunikasi Suporter Nasional, bahkan telah dibentuk untuk menjembatani aspirasi antara federasi dan komunitas pendukung.
Dengan komunikasi yang terbuka dan transparan, Erick berharap tidak ada lagi jarak antara pengurus dan publik sepak bola. Ia ingin menciptakan kultur baru di mana kritik membangun menjadi bagian dari kemajuan bersama.
Baca Juga:












