Sepak bola putri Indonesia sedang mengalami momentum kebangkitan dalam beberapa tahun terakhir. Sejumlah pencapaian dari timnas putri serta antusiasme masyarakat terhadap keterlibatan perempuan dalam olahraga populer ini membuat perhatian publik semakin besar. Namun, di tengah euforia tersebut, Liga 1 Putri—kompetisi tertinggi bagi pesepak bola wanita di Indonesia—masih belum menunjukkan tanda-tanda pasti kapan akan bergulir kembali.
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, menjadi sosok yang banyak dicari jawabannya. Dalam berbagai kesempatan, Erick menyuarakan komitmennya terhadap kemajuan sepak bola putri. Namun, dalam sebuah sesi wawancara terbaru saat ditanya soal jadwal Liga 1 Putri 2025, Erick mengimbau masyarakat untuk bersabar. “Kita harus sabar. Semua sedang disiapkan, tidak bisa dipaksakan tanpa kesiapan matang,” ujarnya.
Pernyataan ini tentu memunculkan banyak reaksi dari publik, khususnya para pemain, pelatih, dan pencinta sepak bola putri yang menanti-nantikan kompetisi profesional sebagai ruang unjuk kemampuan dan perkembangan karier. Artikel ini akan membahas lebih dalam alasan di balik lambatnya kepastian Liga 1 Putri, tanggapan Erick Thohir, serta solusi dan harapan ke depan bagi masa depan sepak bola wanita di Indonesia.
Latar Belakang Liga 1 Putri Sejarah Singkat dan Perjalanan yang Terputus
Liga 1 Putri pertama kali digelar pada tahun 2019 sebagai bentuk nyata dari perhatian PSSI terhadap sepak bola wanita. Kompetisi tersebut diikuti oleh 10 tim yang mewakili klub-klub profesional Liga 1 pria, dengan struktur kompetisi yang menggabungkan format grup dan sistem gugur. Persib Putri keluar sebagai juara perdana, memperlihatkan betapa seriusnya klub dalam membangun skuat putri mereka.
Namun, pandemi COVID-19 menjadi hambatan besar. Sejak 2020, Liga 1 Putri tidak bergulir kembali secara rutin. Beberapa wacana untuk mengaktifkan kembali liga ini kerap muncul, namun tidak pernah benar-benar terealisasi. Bahkan hingga 2024, belum ada satu musim pun yang resmi diselenggarakan secara penuh kembali setelah edisi pertama.
Ketidakkonsistenan ini bukan hanya memengaruhi ritme kompetisi, tapi juga masa depan banyak pemain putri Indonesia. Mereka kehilangan platform untuk berkembang, mengalami stagnasi secara teknis, dan bahkan beberapa harus mengakhiri karier karena tidak adanya kepastian kompetisi.
Erick Thohir yang dilantik sebagai Ketua Umum PSSI pada awal 2023 membawa harapan baru. Dalam visinya, ia menyebut sepak bola putri sebagai salah satu prioritas pembangunan jangka panjang PSSI. Namun hingga pertengahan 2025, Liga 1 Putri belum juga dimulai. Inilah yang kemudian memicu pertanyaan publik dan berbagai desakan dari pelaku sepak bola wanita di seluruh Indonesia.
Erick Thohir Komitmen Ada Tapi Butuh Fondasi yang Kuat
Dalam wawancara resminya, Erick Thohir tidak menampik bahwa Liga 1 Putri adalah agenda penting yang sudah ada di dalam peta jalan transformasi sepak bola nasional. Namun, menurutnya, membangun liga yang kompetitif dan berkelanjutan tidak bisa dilakukan secara instan. Ia menegaskan bahwa pendekatan yang dilakukan PSSI kali ini bersifat menyeluruh dan berorientasi pada jangka panjang.
“Kalau kita hanya ingin liga berjalan asal ada, itu bisa. Tapi apa artinya liga kalau tidak ada infrastruktur yang mendukung, klub tidak siap, dan tidak ada investasi dari sponsor? Justru itu yang membuat liga cepat mati. Saya tidak mau itu terjadi,” tegas Erick.
Menurut Erick, salah satu tantangan terbesar adalah memastikan bahwa klub-klub profesional benar-benar siap membentuk dan mengelola tim putri secara serius. Ia menyebut bahwa tidak semua klub Liga 1 memiliki komitmen untuk membina tim putri, meskipun secara regulasi diwajibkan. Banyak klub yang menganggap sepak bola putri belum menjanjikan secara bisnis, sehingga menganggapnya sebagai beban tambahan.
Erick juga menggarisbawahi pentingnya menyelaraskan Liga 1 Putri dengan strategi pengembangan timnas putri. “Kalau kita bicara mau timnas putri lolos ke Piala Asia atau Olimpiade, maka pemainnya harus bermain di liga yang kompetitif. Bukan cuma latihan atau turnamen uji coba. Maka liga ini penting, tapi juga harus solid,” lanjutnya.
Hambatan Struktural Kurangnya Komitmen Klub dan Sponsor
Salah satu alasan utama di balik belum bergulirnya Liga 1 Putri adalah minimnya komitmen klub untuk mengembangkan divisi putri mereka. Banyak klub Liga 1 yang masih belum membentuk tim putri dengan struktur manajemen dan pembinaan yang layak. Mereka lebih fokus pada tim utama pria yang secara komersial memang lebih menjanjikan.
Padahal, PSSI melalui regulasi AFC mewajibkan setiap klub profesional memiliki tim putri sebagai salah satu syarat kelayakan lisensi klub. Namun dalam praktiknya, regulasi ini belum ditegakkan secara menyeluruh. Beberapa klub hanya membentuk tim putri secara formalitas agar bisa lolos verifikasi, tanpa ada komitmen jangka panjang untuk pembinaan dan kompetisi.
Selain itu, isu pendanaan juga menjadi tantangan besar. Liga 1 Putri membutuhkan sponsor yang kuat agar kompetisi bisa berjalan dengan layak dan menarik secara finansial bagi klub. Dalam kondisi saat ini, belum banyak brand besar yang tertarik untuk berinvestasi di sepak bola putri. Mereka masih melihat pasar ini sebagai segmen yang belum cukup menjanjikan, baik dari sisi rating televisi, penonton, maupun eksposur media.
Erick Thohir menyadari tantangan ini. Oleh karena itu, ia menyebut bahwa PSSI sedang melakukan pendekatan dengan sejumlah perusahaan nasional untuk membuka ruang sponsorship sepak bola wanita. “Kita ingin sponsor melihat ini bukan sebagai biaya, tapi investasi sosial. Sepak bola putri punya masa depan, dan kami di PSSI berkomitmen membuka jalannya,” ujarnya.
Suara Pemain dan Pelatih Harapan Tak Pernah Padam
Di balik ketidakpastian jadwal, para pemain dan pelatih tim putri tetap menunjukkan semangat yang tinggi. Mereka tidak berhenti berlatih, mengikuti turnamen-turnamen lokal, dan membangun tim mereka meski tanpa kepastian kompetisi. Beberapa akademi bahkan terus membuka ruang pembinaan untuk pemain muda putri, dengan harapan liga akan kembali bergulir suatu saat.
Salah satu pelatih tim putri dari klub Liga 1 yang enggan disebutkan namanya menyampaikan, “Kami ini sebenarnya siap. Pemain sudah ada, pelatih ada, latihan rutin jalan. Tapi kapan liganya mulai? Itu yang bikin kami bingung. Kalau tidak ada liga, anak-anak akan kehilangan motivasi.”
Hal serupa disampaikan oleh kapten salah satu tim putri, yang mengatakan bahwa kompetisi adalah segalanya bagi pemain. “Kami bisa latihan tiap hari, tapi tanpa pertandingan kami tidak berkembang. Kami ingin Liga 1 Putri kembali. Kami siap menunjukkan bahwa kami layak untuk ditonton dan didukung,” tegasnya.
Di media sosial, tagar seperti #HidupkanLiga1Putri dan #SepakBolaPutriLayakDidukung sempat menjadi trending topic, menunjukkan tingginya antusiasme publik terhadap kembalinya liga ini. Para mantan pemain timnas putri seperti Zahra Muzdalifah dan Safira Ika Putri juga beberapa kali menyuarakan dukungan agar kompetisi segera dimulai.
Langkah-Langkah Konkret ke Depan Apa yang Bisa Dilakukan
Meskipun jadwal pasti belum diumumkan, beberapa langkah konkret sedang dipersiapkan oleh PSSI agar Liga 1 Putri bisa segera terlaksana secara berkelanjutan. Berikut adalah beberapa opsi yang sedang dikaji:
- Pilot Project dengan Klub yang Siap
PSSI mempertimbangkan untuk memulai liga dengan jumlah klub terbatas, misalnya delapan hingga sepuluh tim yang benar-benar siap secara manajerial dan teknis. Ini menjadi semacam “proyek percontohan” sebelum diperluas ke semua klub Liga 1. - Konsolidasi dengan Liga-Liga Regional
Untuk membangun fondasi yang kuat, kompetisi regional atau provinsi akan diintegrasikan sebagai piramida pengembangan. Klub-klub di daerah akan dijadikan feeder bagi tim Liga 1 Putri, menciptakan ekosistem yang terstruktur. - Kemitraan dengan Kementerian dan Sponsor Sosial
PSSI juga menjalin komunikasi dengan Kemenpora, BUMN, dan NGO yang memiliki program pemberdayaan perempuan untuk mendukung pendanaan liga. Dengan semangat sport-for-development, liga bisa memperoleh pendanaan alternatif. - Kampanye Media dan Edukasi Pasar
Menumbuhkan minat publik dan sponsor juga menjadi fokus. Melalui kampanye media sosial, film dokumenter, dan siaran TV nasional, sepak bola putri akan lebih dikenalkan ke masyarakat luas.