1920x600-TOP-ID
ID
ID
previous arrow
next arrow

SBOTOP: Kompetisi Usia Muda PSSI Dinilai Belum Ideal, Format Liga Jadi Sorotan

Pembinaan pemain muda merupakan pondasi utama dalam membangun sepak bola nasional yang berkelanjutan. Negara-negara dengan tradisi sepak bola kuat hampir selalu memulai kesuksesan mereka dari sistem kompetisi usia dini yang tertata rapi, berjenjang, dan berlangsung sepanjang musim. Melalui pertandingan yang konsisten, pemain muda ditempa secara teknik, mental, dan fisik sejak dini.

Sayangnya, kondisi ideal tersebut belum sepenuhnya hadir di Indonesia, terutama pada kelompok usia U-15 hingga U-17. Hingga saat ini, PSSI masih menjadikan Piala Soeratin sebagai tulang punggung kompetisi usia muda nasional. Turnamen ini memang rutin digelar setiap tahun, dimulai dari tingkat daerah hingga nasional, dan memiliki nilai historis yang tinggi.

Namun, jika ditinjau lebih dalam, format Piala Soeratin masih menyerupai turnamen singkat, bukan liga kompetitif yang berjalan dalam jangka panjang. Pada fase nasional, satu tim rata-rata hanya memainkan dua hingga lima pertandingan. Jumlah laga yang sangat terbatas ini dinilai belum cukup untuk memberikan jam terbang yang memadai bagi pemain muda.

Minimnya pertandingan membuat proses pembentukan karakter pemain berjalan setengah jalan. Pemain tidak cukup teruji dalam situasi kompetitif yang beragam, sehingga perkembangan aspek mental, konsistensi performa, dan daya tahan fisik belum optimal.

Kebutuhan Mendesak Liga Usia Muda Berkelanjutan

Kondisi tersebut memunculkan kegelisahan di kalangan klub, akademi sepak bola, hingga sekolah sepak bola (SSB) di berbagai daerah. Tanpa adanya liga usia muda yang berkesinambungan, arah pembinaan di level akar rumput menjadi kabur dan kehilangan tujuan jangka panjang.

Dampak dari keterbatasan kompetisi ini juga dirasakan langsung oleh PSSI dalam proses pencarian bakat untuk tim nasional kelompok umur, mulai dari U-17 hingga U-22. Banyak talenta potensial di daerah yang sulit terpantau karena minimnya panggung kompetisi reguler.

Direktur PT Gahora Indonesia Football, Taufik Jursal Efendi, menegaskan bahwa kompetisi berjenjang merupakan elemen fundamental yang tidak bisa ditawar dalam pembinaan pemain muda.

“Kompetisi berjenjang adalah pilar utama lahirnya pemain muda berkualitas. Tanpa kompetisi yang rutin, terstruktur, dan berkelanjutan, pembinaan hanya berhenti di latihan tanpa ujian nyata,” ujar Taufik.

Dampak Langsung terhadap Performa Tim Nasional

Menurut Taufik, turnamen tahunan seperti Piala Soeratin tetap memiliki peran penting dalam ekosistem sepak bola usia muda. Namun, turnamen saja tidak cukup jika tidak didukung oleh liga yang berjalan sepanjang musim.

“Pemain muda butuh jam terbang, bukan hanya seleksi singkat. Mereka harus terbiasa bermain di bawah tekanan, menghadapi berbagai gaya lawan, dan berkembang secara bertahap dari satu level ke level berikutnya. Semua itu hanya bisa diperoleh lewat kompetisi berjenjang,” tambahnya.

Minimnya kompetisi rutin juga berdampak pada kualitas seleksi pemain timnas. Tak jarang, tim kelompok umur Indonesia menghadapi kendala kesiapan mental dan pengalaman bertanding saat tampil di ajang internasional, meski secara teknik beberapa pemain dinilai sudah mumpuni.

Perlu Kerja Sama Lintas Pihak

Sejumlah pengamat dan pelaku sepak bola usia muda menilai persoalan ini hanya bisa diselesaikan melalui kolaborasi lintas pihak. PSSI, klub profesional, SSB, pelaku industri sepak bola, hingga pemerintah pusat dan daerah perlu duduk bersama merancang sistem kompetisi yang berkelanjutan.

Idealnya, kompetisi usia muda disusun secara berjenjang dari tingkat daerah hingga nasional, menggunakan format liga dengan durasi panjang, regulasi yang konsisten, serta ditopang pendanaan dan infrastruktur yang memadai.

Hingga kini, PSSI masih memiliki pekerjaan rumah besar untuk menghadirkan kompetisi U-15 hingga setidaknya U-17 yang benar-benar mencerminkan esensi liga kompetitif. Piala Soeratin tetap menjadi ajang penting, tetapi belum mampu berdiri sendiri sebagai tulang punggung utama pembinaan pemain muda di Indonesia.

Tanpa perubahan mendasar pada sistem kompetisi usia dini, upaya melahirkan generasi pesepak bola nasional yang tangguh dan berdaya saing internasional akan terus menghadapi tantangan serius.

CLOSE