Kilatan masa depan Liverpool muncul dan menghilang hanya dalam hitungan detik di London Utara. Dalam laga penuh kekacauan, kartu merah, dan emosi yang meledak-ledak, Liverpool akhirnya membawa pulang kemenangan dramatis dari markas Tottenham. Namun, tiga poin tersebut tidak datang tanpa konsekuensi, karena euforia yang sempat menyala redup seiring cedera yang kembali menghantui Alexander Isak.
Pertandingan ini bukan sekadar soal skor akhir. Ia menjadi potret kompleks dari proyek besar Liverpool, ujian mental Tottenham yang rapuh, serta malam panjang bagi wasit yang harus mengambil keputusan-keputusan krusial. Di tengah semua itu, trio rekrutan mahal Liverpool yang menelan biaya sekitar 300 juta pounds sempat memperlihatkan kilasan potensi yang membuat para pendukung bermimpi besar.
Trio Mewah Liverpool Tampilkan Sekilas Masa Depan
Liverpool datang ke London dengan ekspektasi tinggi terhadap lini serang barunya. Harapan itu terwujud hanya dalam beberapa detik ketika kesalahan fatal di lini belakang Tottenham dimanfaatkan secara brutal. Umpan ceroboh Cristian Romero dipotong dengan cepat, dan dalam tempo kurang dari enam detik, bola sudah mengalir dari Hugo Ekitike ke Florian Wirtz.
Dengan satu sentuhan cerdas, Wirtz membaca pergerakan Alexander Isak dan melepas umpan terobosan yang memecah garis pertahanan. Isak menyelesaikannya dengan sepakan pertama yang tenang dan klinis. Inilah gambaran ideal dari visi Liverpool saat memecahkan rekor transfer klub demi mendatangkan Isak dari Newcastle United.
Namun, kilatan itu tak bertahan lama. Dalam upaya memblok, Micky van de Ven bertabrakan dengan Isak. Wajah sang penyerang langsung menunjukkan kekhawatiran, dan perayaan gol Liverpool pun terpotong. Meski sempat melanjutkan permainan, Isak akhirnya harus meninggalkan lapangan sepuluh menit kemudian akibat cedera pergelangan kaki. Kekhawatiran pun kembali menyelimuti Anfield terkait kebugaran penyerang andalan mereka.
Gol Ekitike dan Kontroversi yang Mengikutinya
Kehilangan Isak tidak serta-merta mematikan agresivitas Liverpool. Justru, Hugo Ekitike tampil sebagai penegas dominasi. Penyerang asal Prancis itu menggandakan keunggulan lewat sundulan keras yang tak mampu dibendung kiper Tottenham. Namun, gol tersebut langsung memicu protes keras dari kubu tuan rumah.
Cristian Romero menilai dirinya didorong secara ilegal dan meluapkan kekesalan kepada wasit, yang berujung kartu kuning pertama baginya. Ekitike, sebaliknya, bersikap santai. Ia menilai duel tersebut sebagai bagian wajar dari sepak bola, di mana naluri penyerang harus lebih tajam dari bek.
Pelatih Tottenham, Thomas Frank, memiliki pandangan berbeda. Ia menyebut keputusan wasit sebagai kesalahan besar di laga yang penuh insiden. Menurutnya, dorongan dua tangan Ekitike ke punggung Romero sangat jelas dan seharusnya dihukum pelanggaran. Kontroversi ini menjadi salah satu bahan bakar utama amarah suporter Tottenham sepanjang pertandingan.
Malam Kelam Tottenham di Kandang Sendiri
Sebelum segalanya runtuh, Tottenham sebenarnya menunjukkan tanda-tanda perlawanan. Namun, momentum mereka hancur ketika Xavi Simons menerima kartu merah langsung di babak pertama akibat tekel dengan studs terangkat yang mengenai betis Virgil van Dijk. Dari tribun, tekel itu tampak biasa saja, tetapi tayangan ulang dan gambar beku membuat keputusan kartu merah sulit dibantah.
Ketika wasit John Brooks meninjau monitor VAR di pinggir lapangan, kemarahan publik tuan rumah pun memuncak. Siulan di akhir babak pertama bukan ditujukan kepada para pemain Tottenham, melainkan menjadi ekspresi kolektif frustrasi terhadap keputusan wasit.
Situasi semakin memburuk di babak kedua. Cristian Romero, yang sudah berada di bawah tekanan, menerima kartu kuning kedua setelah menendang Ibrahima Konate. Tottenham pun harus bermain dengan sembilan pemain. Kekalahan ini menandai kekalahan kandang ke-11 mereka di liga sepanjang 2025, sebuah statistik yang mencerminkan betapa rapuhnya Spurs musim ini.
Liverpool Goyah Meski Unggul Jumlah Pemain
Dengan keunggulan dua gol dan dua pemain lebih banyak, Liverpool seharusnya bisa menutup laga dengan nyaman. Namun, justru sebaliknya yang terjadi. Mereka kehilangan kontrol permainan, membiarkan Tottenham menekan meski dalam kondisi timpang.
Richarlison berhasil memperkecil ketertinggalan, memicu tekanan di menit-menit akhir. Bahkan dengan sembilan pemain, Spurs hampir menyamakan kedudukan ketika Pedro Porro memaksa Alisson Becker melakukan penyelamatan krusial. Anfield Spirit memang hadir, tetapi ketenangan justru absen.
Arne Slot: Ada Progres, Tapi Masih Banyak Pekerjaan
Pelatih Liverpool, Arne Slot, tak menutupi rasa frustrasinya. Ia mengakui timnya gagal mengelola keunggulan dengan baik. Slot bahkan menyebut situasinya terasa seperti Liverpool yang bermain dengan sembilan pemain, bukan Tottenham.
Meski demikian, ia tetap melihat sisi positif. Assist Premier League perdana Florian Wirtz menjadi sinyal bahwa adaptasi sang playmaker berjalan ke arah yang benar. Slot menegaskan bahwa proses ini belum sempurna, tetapi tanda-tanda kemajuan mulai terlihat, terutama dalam hal koneksi antarpemain baru.
Kemenangan dramatis ini memberi Liverpool tiga poin penting dan secercah harapan akan masa depan cerah. Namun, cedera Isak dan rapuhnya kontrol permainan menjadi pengingat bahwa jalan menuju konsistensi masih panjang. Bagi Tottenham, malam ini adalah cerminan krisis yang semakin dalam, sementara bagi Liverpool, ini adalah kemenangan yang manis sekaligus penuh peringatan.
BACA JUGA :












