1920x600-TOP-ID
ID
ID
previous arrow
next arrow

SBOTOP Transformasi Mengagumkan PSG Bersama Luis Enrique: Dari Klub Bintang Jadi Raja Lapangan

Paris Saint-Germain (PSG) dulu identik dengan tim penuh bintang besar, tapi sayangnya sering gagal bersinar di kancah Liga Champions. Kini, wajah PSG berubah drastis menjadi tim yang lebih solid, kolektif, dan penuh karakter. Di balik transformasi besar ini, ada sosok pelatih yang penuh ketenangan namun membawa revolusi: Luis Enrique.

Pelatih asal Spanyol yang pernah membawa Barcelona meraih sukses besar itu datang ke Parc des Princes pada musim panas 2023 dengan tugas berat. Tidak hanya untuk mengakhiri puasa gelar Liga Champions, tetapi juga membangun ulang mentalitas dan gaya bermain PSG yang selama ini terlalu mengandalkan nama besar para superstar. Hasilnya? PSG kini tampil sebagai satu kesatuan tim yang kompak, energik, dan sangat menakutkan.

Membangun Tim Juara, Bukan Sekadar Mengejar Obsesi

Luis Enrique menegaskan bahwa membangun tim juara bukan soal obsesi berlebihan pada gelar. Menurutnya, ambisi memang penting, tetapi obsesi yang berlebihan justru bisa merusak. Pernyataan ini jelas menyindir PSG yang sebelumnya terlalu fokus pada mengejar gelar tanpa pondasi tim yang kuat.

Sejak kegagalan menyakitkan di final 2020, PSG terus melakukan pergantian pelatih dan mendatangkan pemain bintang seperti Messi, Neymar, dan Ramos. Namun, keberadaan mereka belum mampu menciptakan harmoni dan keseimbangan dalam tim. Luis Enrique datang dan langsung merombak paradigma tersebut dengan merekrut banyak pemain muda berbakat dan membangun skuat yang lebih seimbang serta dinamis.

Evolusi Taktik: Dari Kerumitan ke Kekuatan Terstruktur

Sebelumnya, PSG dikenal dengan kekuatan ofensif luar biasa, tapi pertahanannya seringkali rapuh. Kini, di bawah arahan Luis Enrique, PSG berubah menjadi tim yang disiplin dan agresif dalam pressing. Statistik menunjukkan peningkatan drastis dalam jumlah tekel dan intensitas pressing dibandingkan musim-musim sebelumnya.

Luis Enrique memperkenalkan formasi baru yang fleksibel, seperti skema 3-2-4-1, yang mampu menyesuaikan strategi dengan berbagai lawan berat, termasuk klub-klub papan atas Eropa. Perubahan ini membuat PSG sulit ditembus dan lebih seimbang antara serangan dan pertahanan.

Selain itu, mentalitas pemain depan juga mengalami perubahan besar. Mereka tidak lagi hanya mengandalkan skill individu, tapi bekerja keras dalam sistem tim yang mengutamakan kolektivitas. “Perubahan mental ini sulit ditanamkan, tapi itu kunci sukses kami,” ujar Enrique.

Era Baru Tanpa Mbappe, dengan Kekuatan Baru di Lini Depan

Kepergian Kylian Mbappe setelah semifinal musim lalu bukanlah akhir dari segalanya bagi PSG. Justru, hal ini membuka peluang bagi pemain lain untuk bersinar dan membentuk serangan yang lebih terorganisir.

Ousmane Dembele, yang dulu sering dianggap inkonsisten, justru menjadi bintang baru dengan torehan 33 gol di musim ini. Permainan Dembele yang semakin matang dan terintegrasi dengan sistem tim menjadi senjata utama PSG dalam menyerang. Kolaborasinya dengan Achraf Hakimi di sisi kanan membuat lini depan PSG menjadi sangat dinamis dan sulit ditebak.

Gol-gol penting Dembele di semifinal Liga Champions melawan Arsenal dan Liverpool membuktikan bahwa PSG kini menyerang sebagai sebuah unit, bukan mengandalkan aksi solo pemain tertentu.

Fondasi Kuat di Lini Tengah

Luis Enrique juga memperkuat lini tengah dengan menukar Manuel Ugarte dengan Fabian Ruiz, yang memberikan kekuatan fisik dan ketahanan tinggi saat mendapat tekanan. Kehadiran Ruiz memberi ruang bagi playmaker seperti Vitinha untuk mengatur permainan dengan lebih leluasa.

Kedatangan Joao Neves dari Benfica menambah dimensi baru dengan kemampuan distribusi bola yang presisi dan menjaga keseimbangan permainan. PSG pun kini lebih mengandalkan umpan terobosan cepat dibandingkan hanya mengandalkan crossing, menjadikan gaya bermain mereka lebih vertikal dan dinamis.

Khvicha Kvaratskhelia, yang direkrut pada Januari, membawa efek domino positif. Keahliannya dalam menggiring bola memaksa lawan memperketat penjagaan sehingga membuka ruang untuk pemain lain menyerang. Ini sangat penting terutama dalam pertandingan ketat di pentas Eropa.

Menuju Final di Munchen dengan Identitas Baru

Final Liga Champions musim ini akan digelar di Munchen, kota yang menjadi saksi kegagalan PSG di final 2020 lalu. Namun kini, PSG hadir dengan identitas baru — bukan hanya sekadar tim bertabur bintang, tetapi tim yang dibangun lewat proses, kedisiplinan, dan kerja keras.

Hanya Marquinhos dan Presnel Kimpembe yang tersisa dari skuad final 2020, menunjukkan betapa cepatnya proses regenerasi di bawah Luis Enrique. Bahkan dari 11 pemain inti yang tampil di Liga Champions musim ini, hanya lima yang masih menjadi pilihan utama, menandakan pembaruan besar dalam skuat.

Prеѕіdеn klub, Nаѕѕеr Al-Khelaifi, mеnуеbut реrubаhаn ini ѕеbаgаі “реrubаhаn budaya” dаn ѕudаh memperpanjang kоntrаk Luіѕ Enrіԛuе hіnggа 2027. Sаng реlаtіh ѕеndіrі tеtар rеаlіѕtіѕ, mеngаtаkаn, “Kami sudah ѕаmраі ѕеjаuh ini dengan саrа bеrmаіn kаmі ѕеndіrі, sekarang tіnggаl mеlаnjutkаn dаn mеwujudkаn mimpi.”

BACA JUGA :

CLOSE