Kontroversi dalam sepak bola Indonesia kembali mencuat ke permukaan setelah pertandingan panas yang melibatkan Persebaya Surabaya di kompetisi Liga 1 musim ini. Teknologi Video Assistant Referee (VAR), yang sejatinya dihadirkan untuk meningkatkan keadilan dan ketepatan dalam pengambilan keputusan wasit, justru kembali menjadi bahan perdebatan sengit.
Pelatih Persebaya, yang dikenal vokal dalam menanggapi isu-isu teknis maupun regulasi pertandingan, kali ini tak bisa menahan kekecewaannya. Ia menilai keputusan wasit yang didukung oleh VAR dalam laga terakhir benar-benar merugikan timnya. Kritik tajam itu pun menggema di berbagai media dan platform sosial, memantik diskusi besar tentang efektivitas VAR di Indonesia serta kesiapan SDM yang mengoperasikannya.
Awal Mula Kontroversi di Laga Panas
Pertandingan antara Persebaya Surabaya melawan salah satu rival beratnya di papan tengah menjadi panggung bagi drama teknologi dan emosi. Dalam laga yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Tomo, ribuan Bonek memadati tribun, berharap melihat tim kesayangannya meraih tiga poin penting untuk memperbaiki posisi di klasemen sementara.
Namun, harapan itu sirna seketika ketika beberapa keputusan krusial di lapangan menimbulkan tanda tanya besar. Salah satu insiden paling mencolok terjadi di menit ke-67, ketika penyerang Persebaya dijatuhkan di kotak penalti lawan. Seluruh pemain dan penonton di stadion sontak menuntut penalti.
Wasit utama sempat menghentikan pertandingan dan berdiskusi dengan asisten VAR melalui headset. Setelah menunggu hampir dua menit, keputusan akhir yang diumumkan benar-benar mengejutkan: tidak ada pelanggaran. Tayangan ulang di layar besar stadion memperlihatkan kontak fisik yang jelas, namun keputusan sudah bulat.
Pelatih Persebaya terlihat tidak bisa menyembunyikan rasa frustrasinya. Ia sempat berdiri di pinggir lapangan dengan ekspresi marah dan terus berteriak ke arah ofisial keempat, meminta kejelasan atas keputusan tersebut.
Pelatih Persebaya “VAR Seharusnya Membantu, Bukan Membingungkan”
Dalam sesi konferensi pers usai pertandingan, sang pelatih akhirnya buka suara. Dengan nada kecewa namun tetap berusaha tenang, ia menyampaikan pendapatnya mengenai keputusan kontroversial tersebut. “Saya tidak menentang Video Assistant Referee (VAR). Teknologi ini penting untuk sepak bola modern. Tapi kalau yang menjalankan tidak paham bagaimana menggunakannya dengan benar, ya hasilnya bisa seperti ini—kami dirugikan,” ujarnya dengan nada tajam.
Menurutnya, momen penalti yang dianulir bukan satu-satunya keputusan yang merugikan. Ada pula situasi lain ketika bek lawan tampak menyentuh bola dengan tangan di dalam kotak penalti, tetapi wasit dan VAR lagi-lagi menganggap itu bukan pelanggaran.
“Saya sudah lihat tayangannya dari berbagai sudut. Jelas ada handball, tapi anehnya VAR tidak memanggil wasit untuk melihat layar. Jadi, kalau seperti ini, keadilan untuk siapa?” tambahnya.
Pelatih tersebut juga menegaskan bahwa ia tidak ingin menyalahkan wasit sepenuhnya, karena tugas mereka di lapangan sangat berat. Namun, ia menilai bahwa penerapan VAR di Liga 1 masih jauh dari kata ideal.
VAR di Liga 1 Antara Harapan dan Realita
Penerapan VAR di Liga 1 Indonesia disambut dengan antusias tinggi pada awal musim. Federasi dan operator liga menyebut langkah ini sebagai tonggak penting dalam sejarah sepak bola nasional. Indonesia pun menjadi salah satu dari sedikit negara di Asia Tenggara yang berhasil mengimplementasikan teknologi ini secara resmi dalam kompetisi domestik.
Namun, perjalanan penerapan VAR tidak semulus yang diharapkan. Sejak awal, sejumlah pelatih dan pemain telah mengeluhkan konsistensi dalam penggunaan sistem ini. Ada pertandingan yang berlangsung mulus dengan keputusan yang tepat dan cepat, tapi ada pula laga-laga di mana VAR justru menimbulkan kebingungan dan kontroversi baru.
Beberapa pengamat menilai bahwa masalah utamanya bukan pada teknologinya, melainkan pada sumber daya manusianya. Banyak wasit dan ofisial VAR di Indonesia masih tergolong baru dalam menggunakan perangkat canggih ini. Diperlukan pelatihan intensif dan pengalaman bertahun-tahun agar mereka bisa menilai setiap situasi dengan akurat dalam waktu singkat.
Dampak Psikologis terhadap Pemain Persebaya
Keputusan yang dianggap merugikan itu tidak hanya memengaruhi hasil pertandingan, tetapi juga berdampak besar terhadap mental para pemain Persebaya. Dalam beberapa kesempatan, beberapa pemain mengaku merasa kecewa dan frustasi karena usaha keras mereka di lapangan seolah tidak dihargai.
Salah satu pemain bertahan Persebaya bahkan menyebut bahwa ketidakpastian dari VAR membuat pemain menjadi lebih ragu dalam mengambil keputusan saat bertahan maupun menyerang.
“Kalau setiap sentuhan bisa dianggap pelanggaran, tapi di sisi lain lawan bisa lolos dari pelanggaran serupa, ya kita jadi bingung. Kami hanya ingin perlakuan yang adil,” ungkapnya.
Pelatih pun mengakui bahwa menjaga motivasi pemain setelah insiden seperti itu tidaklah mudah. Ia harus bekerja ekstra keras agar timnya tidak larut dalam rasa kecewa dan tetap fokus pada pertandingan berikutnya.
Reaksi Suporter Bonek Suarakan Keadilan
Tak hanya pelatih dan pemain, ribuan Bonek—suporter fanatik Persebaya—turut meluapkan kekecewaannya di media sosial. Tagar #VARRugikanPersebaya bahkan sempat menjadi trending topic di platform X (Twitter) dan Instagram.
Para suporter menilai bahwa ada ketidakadilan sistematis yang terjadi terhadap tim mereka. Beberapa unggahan bahkan menunjukkan perbandingan antara keputusan VAR di laga Persebaya dan di pertandingan lain, dengan situasi serupa tetapi hasil keputusan berbeda.
Namun, di tengah amarah dan emosi itu, sebagian kelompok suporter juga menyerukan agar kritik tetap disampaikan secara elegan dan konstruktif. Mereka mendesak federasi untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tim VAR dan meningkatkan transparansi dalam proses pengambilan keputusan.
Pandangan Pengamat Sepak Bola Nasional
Menurut analis sepak bola nasional, Dr. Hari Santosa, fenomena ini mencerminkan fase adaptasi yang wajar dalam proses penerapan teknologi baru. Ia menyebut bahwa VAR bukanlah solusi ajaib yang bisa langsung membuat semua keputusan menjadi sempurna.
“Bahkan di liga besar seperti Premier League atau Serie A, VAR masih menimbulkan kontroversi. Bedanya, mereka punya sistem evaluasi dan komunikasi yang jauh lebih terbuka,” jelasnya.
Hari juga menekankan pentingnya komunikasi antara wasit, VAR, dan publik. Di beberapa negara, tayangan ulang beserta alasan keputusan ditampilkan secara langsung atau dijelaskan secara resmi setelah pertandingan. Transparansi seperti inilah yang, menurutnya, masih belum diterapkan secara konsisten di Indonesia.
Federasi dan Operator Liga Angkat Bicara
Menanggapi polemik tersebut, pihak federasi akhirnya mengeluarkan pernyataan resmi. Dalam rilis singkatnya, mereka menyebut bahwa sistem VAR di pertandingan Persebaya telah berfungsi sebagaimana mestinya, dan keputusan wasit dianggap sesuai dengan prosedur.
Namun, federasi juga berjanji akan melakukan evaluasi teknis terhadap insiden tersebut. Mereka mengakui bahwa sosialisasi dan pemahaman publik tentang penggunaan VAR masih perlu diperbaiki.
“Kami memahami adanya kekecewaan dari berbagai pihak. Namun, kami memastikan bahwa semua keputusan diambil berdasarkan interpretasi hukum permainan yang berlaku. Ke depan, kami akan memperkuat pelatihan wasit dan tim VAR agar lebih konsisten,” demikian isi pernyataan tersebut.
Masalah Konsistensi Akar dari Ketidakpercayaan
Salah satu kritik terbesar terhadap VAR di Liga 1 adalah ketidakkonsistenan penerapan aturan. Dalam beberapa pertandingan, kontak kecil bisa berujung penalti, sementara di laga lain, benturan yang lebih keras tidak dianggap pelanggaran.
Situasi ini menimbulkan persepsi bahwa keputusan wasit dan VAR sering kali bersifat subjektif. Padahal, esensi utama dari teknologi ini adalah untuk mengurangi subjektivitas manusia dan memperkuat keadilan.
Pelatih Persebaya pun menyoroti hal ini secara langsung. Ia menilai bahwa tanpa standar yang jelas dan diterapkan secara seragam, VAR justru bisa menjadi alat yang memperburuk situasi.
“Kami tidak butuh VAR yang hanya formalitas. Kalau tujuannya menegakkan keadilan, ya jalankan dengan profesional. Kalau tidak, sebaiknya dihentikan dulu sampai semuanya siap,” katanya dengan nada kecewa.
Menatap ke Depan Solusi dan Harapan
Meski kecewa, pelatih Persebaya tetap menunjukkan sikap profesional. Ia menegaskan bahwa timnya tidak akan terjebak dalam polemik, melainkan fokus pada pembenahan internal untuk laga-laga berikutnya.
Di sisi lain, banyak pihak menyarankan agar federasi membuka ruang dialog dengan klub, pelatih, dan pemain untuk membahas pengalaman mereka dengan VAR. Dengan cara itu, setiap pihak bisa memberikan masukan langsung yang konstruktif.
Selain itu, peningkatan kualitas wasit dan tim VAR harus menjadi prioritas. Pelatihan intensif yang melibatkan ahli internasional bisa membantu mempercepat proses adaptasi. Beberapa klub bahkan menyarankan agar operator VAR dari luar negeri dilibatkan sementara waktu sebagai mentor.
Baca Juga:












